Archive for the ‘KAJIAN MIKROBIOLOGI INDUSTRI’ Category

OPTIMALISASI KULTIVASI MIKROBA MENGGUNAKAN KULTUR KONTINYU/SINAMBUNG (Continued Process)

Optimalisasi Kultivasi Mikroba Menggunakan Kultur Kontinyu/Sinambung (Continued Process)

Teknik Dasar Kultivasi Mikroba

Secara umum mikroba dapat ditumbuhkan dengan menggunakan medium padat atau medium cair. Banyak produk pangan yang dibuat dengan menggunakan mikroba yang ditumbuhkan pada medium padat terbagi media agar miring dan agar sebar biasanya dipergunakan untuk tempe, tape, oncom dan berbagai jamur untuk konsumsi. Sebaliknya, banyak pula produk mikrobia yang hanya dapat dihasilkan dan dipanen dengan cara menumbuhkan pada medium cair, misal antibiotik, etanol, asam-asam amino. Kultivasi mikroba dapat dilakukan dengan dua macam teknik meliputi kultur batch (kultur tertutup) dan kultur kontinyu (sinambung).

Dalam kultivasi mikroba menggunakan teknik kultur kontinyu/sinambung, mikroba ditumbuhkan secara terus menerus pada fase paling optimum untuk fase pertumbuhan yaitu fase eksponensial dimana sel membelah diri dengan laju yang konstan, massa menjadi dua kali lipat mengikuti kurva logaritmik. Hal ini dilakukan dengan memberi nutrisi secara terus menerus sehingga mikroba tidak pernah kekurangan nutrisi. Penambahan nutrisi/media segar ke dalam bioreaktor dilakukan secara kontinyu, dimana dalam waktu yang sama larutan yang berisi sel dan hasil produk hasil metabolisme dikeluarkan dari media dengan volume yang sama dengan substrat yang diberikan. Kondisi tersebut menghasilkan keadaan yang “STEDY STATE” dimana pembentukan sel-sel baru sama dengan sel-sel yang dikeluarkan dari fermentor. Pada kondisi steady state konsentrasi nutrisi, konsentrasi sel, laju pertumbuhan dan konsentrasi produk tidak berubah walaupun waktu fermentasi makin lama. Laju pertumbuhan spesifik dipengaruhi oleh perbandingan antara laju aliran medium dan volume kultur disebut dengan “Laju Dilusi (D)” dimana D = F/V

Keterangan:

F : Laju aliran

V : Volume

D : Laju dilusi

Dapat menggunakan sel mikroba untuk memaksimumkan waktu tinggalnya (retensi), sehingga meningkatkan produktivitasnya. Dengan menggunakan kultur kontinyu, sel mikroba atau produk metabolitnya dapat dipanen secara kontinyu. Teknik kultur kontinyu cocok untuk diterapkan pada sistem produksi metabolit sel mikroba yang tidak berpengaruh pada pertumbuhan selnya itu sendiri. Untuk industri bioteknologi berkapasitas besar, kultur kontinyu menghasilkan efisiensi produksi yang lebih tinggi dibandingkan dengan kultur batch asalkan produk yang dihasilkan tidak berpengaruh negatif terhadap mikroba penghasilnya.

Gambar Teknik Kultivasi Kontinyu

Kelebihan Kultur Kontinyu

  1. Produktivitas lebih tinggi, disebabkan lebih sedikit waktu persiapan bioreaktor persatuan produk yang dihasilkan, laju pertumbuhan & konsentrasi sel dapat dikontrol, pemasokan oksigen dan pembuangan panas dapat diatur. Dengan demikian hanya butuh pabrik lebih kecil (pengurangan biaya  modal untuk fasilitas baru).
  2. Dapat dijalankan pada waktu yang lama.
  3. Cocok untuk proses yang kontaminasnya rendah dan produk yang berasosiasi dengan pertumbuhan.
  4. Pemantauan dan pengendalian proses lebih sederhana.
  5. Tidak ada akumulasi produk yang menghambat.

Kelemahan Kultur Kontinyu

  1. Aliran umpan yang lama, resiko kontaminasi besar (operasi harus hati-hati & desain peralatan lebih baik).
  2. Peralatan untuk operasi dan pengendalian proses harus biasa tetap bekerja baik untuk waktu yang lama.
  3. Memerlukan mikroba dengan kestabilan genetik tinggi, karena akan digunkan pada waktu yang lama (Irianto, 2007).

Pemberian nutrient secara kontinyu dan untuk mempertahankan keadaan steady state dalam teknik kultivasi ini dapat dilakukan dengan dua macam cara, yaitu: khemostat dan turbidostat.

a. Khemostat

    Teknik kultur kontinyu dengan cara kemostat dilakukan dengan menambahnkan nutrien melalui sebuah tangki sedemikian rupa sehingga komposisi nutrient di dalam fermentor tempat kultivasi mikrobia selalu dalam keadaan tetap. Hal ini dapat dicapai dengan mengatur kecepatan aliran medium baru ke dalam fermentor disesuaikan dengan aliran medium keluar fermentor untuk di panen. Laju pertumbuhan sel diatue dengan cara mengatur konsentrasi salah satu substrat terbatas dalam medium.

    Di dalam sistem ini sel dapat dipertahankan terus menerus pada fase pertumbuhan eksponensial atau fase pertumbuhan logaritma. Continuous culture mempunyai ciri  ukuran populasi dan kecepatan pertumbuhan dapat diatur pada nilai konstan  menggunakan khemostat. Untuk mengatur proses di dalam khemostat, diaturkecepatan aliran medium dan kadar substrat (nutrien pembatas). Sebagai nutrienpembatas dapat menggunakan sumber C (karbon), sumber N atau faktor tumbuh.Pada sistem ini , ada aliran keluar untuk mempertahankan volume biakan dalamkhemostat sehingga tetap konstan (misal V ml). Jika aliran masuk ke dalam tabungbiakan adalah W ml/jam, maka kecepatan pengenceran kultur adalah D = W/V per jam.D disebut sebagai kecepatan pengenceran (dilution rate). Populasi sel dalam tabungbiakan dipengaruhi oleh peningkatan populasi sebagai hasil pertumbuhan danpengenceran kadar sel sebagai akibat penambahan medium baru dan pelimpahanaliran keluar tabung biakan. Kecepatan pertumbuhannya dirumuskan sebagai berikut:

    dX/dt = μ X – DX = (μ – D) X.

    Pada keadaan mantap (steady state), maka μ = D, sehingga dX/dt = 0.

    Dengan sistem ini sel seolah-olah dibuat dalam keadaan setengah kelaparan, dengan nutrien pembatas. Kadar nutrien yang rendah menyebabkan kecepatan pertumbuhan berbanding lurus dengan kadar nutrien atau substrat tersebut, sehingga kecepatan pertumbuhan adalah sebagai fungsi konsentrasi nutrien, dengan persamaan:

    μ = μmax S / (Ks + S)

    μmax: kecepatan pertumbuhan pada keadaan nutrien berlebihan

    S : konstante nutrien

    Ks : konstante pada konsentrasi nutrien saat μ = ½ μmax (Budiyanto, 2005)

    Gambar

    Keterangan:

    1. Reservoir of steril medium (fresh)
    2. Flow rate regulator
    3. Air inlet
    4. Air filter
    5. Passage for inoculation
    6. Siphon and Overflow
    7. Growth camber
    8. Receptacle (wadah)

    b. Turbidostat

    Teknik kultivasi denga system turbidostat dilakukan dengan menambahkan nutrient secara kontinyu sehingga kerapatan sel selalu dalam keadaan tetap. Dalam teknik turbidostat, aliran medium diatur berdasarkan atas kerapatan optic kultur mikrobia. Pertumbuhan konsentrasi sel dipertahankan konstan dengan cara memonitor kekeruhan kultur.

    Sistem ini didasarkan pada kerapatan bakteri tertentu atau kekeruhan tertentu yang dipertahankan konstan. Ada perbedaan mendasar antara biak statik klasik dengan biak sinambung dalam kemostat biak static arus dilihat sebagai sistem tertutup (boleh disamakan dengan organisme sial, tahap stationer dan tahap kematian. Kalau pada biak sinambung merupakan sistem terbuka yang mengupayakan keseimbangan aliran untuk organisme selalu terdapat kondisi lingkungan yang sama.

    Dalam pertumbuhan sinkron akan terjadi sinkronisasi pembelahan sel. Hal ini dimaksudkan agar proses metabolisme siklus pembelahan bakteri dapat dipelajari disperlukan suspensi sel yang mengalami pembelahan sel dalam waktu sama yaitu sinkron. Sinkronisasi populasi sel dapat dicapai dengan berbagai tindakan buatan antara lain dengan merubah suhu rangsangan cahaya, pembatasan nutrien atau menyaring untuk memperoleh sel-sel yang sama ukurannya. Sinkronisasi pertumbuhan ini juga dimaksudkan untuk menyediakan stater dengan usia yang sama (Budiyanto, 2005).

    Gambar

    Keterangan

    1. Reservoir of steril medium
    2. Valve controling flow of medium
    3. Outlet for spent medium
    4. Foto sel
    5. Sumber cahaya
    6. Turbistat

    Penggunaan Kultur Kontinyu Pada Industri

    • Digunakan untuk penelitian fisiologi dan biokimia mikroba, dikarenakan kondisinya mantap, laju pertumbuhan dapat diatur oleh laju air dan laju pertumbuhan dibatasi oleh konsentrasi substrat pembatas, dapat digunakan untuk penelitian pengaruh substrat pembatas terhadap kinerja mikroba.
    • Untuk isolasi dan seleksi mikroba penghasil enzim menggunakan media diperkaya.
    • Untuk produksi biomassa, contoh ICI (Imperial Chemical Industries, kapasitas bioreaktor 3000 m3, substrat metanol).
    • Untuk produksi bir.

    Daftar Pustaka

    Budiyanto, MAK. 2005. Mikrobiologi Umum. Malang: Universitas Muhammadiyah Malang Press.

    Irianto, Koes. 2007. Mikrobiologi. Bandung: Yrama Widya.

    Mangunwidjaja, Djumali. 2006. Rekayasa Bioproses. Bandung: IPB Press.

    Anonymous. 2011. www.studentsguide.in/microbiology/hemostat-and-turbidostat.html. Diakses tanggal 12 Januari 2011, pukul 10.00 WIB.

    “ISOLASI MIKROORGANISME DALAM PROSES PEMBUATAN ENZIM SEBAGAI HASIL PRODUK DI BIDANG INDUSTRI”

    PENGERTIAN ISOLASI MIKROORGANISME

    Isolasi adalah mengambil mikroorganisme yang terdapat di alam dan menumbuhkannya dalam suatu medium buatan. Proses pemisahan atau pemurnian dari mikroorganisme lain perlu dilakukan karena semua pekerjaan mikrobiologis, misalnya telaah dan identifikasi mikroorganisme, memerlukan suatu populasi yang hanya terdiri dari satu macam mikroorganisme saja. Prinsip dari isolasi mikroba adalah memisahkan satu jenis mikroba dengan mikroba lainnya yang berasal dari campuran bermacam-macam mikroba. Hal ini dapat dilakukan dengan menumbuhkannya dalam media padat sel-sel mikroba akan membentuk suatu koloni sel yang tetap pada tempatnya (Sutedjo, 1996).

    Jika sel-sel tersebut tertangkap oleh media padat pada beberapa tempat yang terpisah,  maka setiap sel atau kumpulan sel yang hidup akan berkembang menjadi suatu koloni yang  terpisah, sehingga memudahkan pemisahan selanjutnya (Sutedjo, 1996).

    Bila digunakan media cair, sel-sel mikroba sulit dipisahkan secara individu karena terlalu kecil dan tidak tetap tinggal di tempatnya. Akan tetapi bila sel-sel itu dipisahkan dengan cara pengenceran, kemudian ditumbuhkan dalam media padat dan dibiarkan membentuk koloni, maka sel-sel tersebut selanjutnya dapat diisolasi dalam tabung-tabung reaksi atau cawan petri-cawan petri yang terpisah (Sutedjo, 1996).

    Beberapa faktor yang perlu diperhatikan dalam mengisolasi mikroorganisme adalah

    1. Sifat dan jenis mikroorganisme

    2. Habitat mikroorganisme

    3. Medium pertumbuhan

    4. Cara menginokulasi dan inkubasi

    5. Cara mengidentifikasi

    6. Cara pemeliharaannya (Dwidjoseputro, 1998).

    Terdapat berbagai cara mengisolasi mikroba, yaitu (Admin, 2008) :

    1) Isolasi pada agar cawan

    Prinsip pada metode isolasi pada agar cawan adalah mengencerkan mikroorganisme sehingga diperoleh individu spesies yang dapat dipisahkan dari organisme lainnya. Setiap koloni yang terpisah yang tampak pada cawan tersebut setelah inkubasi berasal dari satu sel tunggal. Terdapat beberapa cara dalam metode isolasi pada agar cawan, yaitu: Metode gores kuadran, dan metode agar cawantuang.Metode gores kuadran. Bila metode ini dilakukan dengan baik akan menghasilkan terisolasinya mikroorganisme, dimana setiap koloni berasal dari satusel.
    Metode agar tuang. Berbeda dengan metode gores kuadran, cawan tuang menggunakan medium agar yang dicairkan dan didinginkan (500C), yang kemudian dicawankan. Pengenceran tetap perlu dilakukan sehingga pada cawan yang terakhir mengandung koloni-koloni yang terpisah di atas permukaan atau di dalam cawan.

    2) Isolasi pada medium cair

    Metode isolasi pada medium cair dilakukan bila mikroorganisme tidak dapat tumbuh pada agar cawan (medium padat), tetapi hanya dapat tumbuh pada kultur cair. Metode ini juga perlu dilakukan pengenceran dengan beberapa serial pengenceran. Semakin tinggi pengenceran peluang untuk mendapatkan satu sel semakin besar.

    3) Isolasi sel tunggal

    Metode isolasi sel tunggal dilakukan untuk mengisolasi sel mikroorganisme berukuran besar yang tidak dapat diisolasi dengan metode agar cawan/medium cair. Sel mikroorganisme dilihat dengan menggunakan perbesaran sekitar 100 kali. Kemudian sel tersebut dipisahkan dengan menggunakan pipet kapiler yang sangat halus ataupun micromanipulator, yang dilakukan secara aseptis.

    Menurut Nuniek, 2002, isolasi mikroba dapat dilakukan dengan dua cara yaitu cara penggoresan dan cara penaburan.

    a. Isolasi mikroba dengan cara penggoresan

    Tujuan utama dari penggoresan ini adalah untuk menghasilkan koloni-koloni bakteri yang  terpisah dengan baik dari suspensi sel yang pekat. Cara ini lebih menguntungkan bila  ditinjau dari sudut ekonomi dan waktu, tapi memerlukan ketrampilan yang diperoleh  dengan latihan. Penggoresan yang sempurna akan menghasilkan koloni yang terpisah.  Ada beberapa teknik goresan, antara lain :

    1. Goresan T
    2. Goresan kuadran
    3. Goresan radian
    4. Goresan sinambung (Nuniek, 2001).

    b. Isolasi mikroba dengan cara penaburan

    Cara penaburan ( pour plate) merupakan cara yang kedua di samping penggoresan untuk  memperoleh biakan murni dari biakan campuran mikroba. Cara ini berbeda dari cara penggoresan dimana media agar diinokulasi dalam keadaan tetap cair yaitu pada suhu 450C, dan demikian pula koloni-koloni akan berkembang di seluruh media, tidak hanya pada permukaan. Untuk beberapa tujuan hal ini menguntungkan, contohnya dalam  mempelajari pertumbuhan koloni streptococcal pada sel-sel darah merah. Supaya koloni yang tumbuh dalam cawan tidak terlalu banyak ataupun sedikit maka contoh diencerkan hingga beberapa kali pengenceran dan ditaburkan pada beberapa cawan (Nuniek, 2001).

    Khusus ntuk isolasi khamir dan jamur dikenal beberapa teknik inokulasi yaitu :

    1. Teknik pengenceran

    2. Teknik Hansen

    3. Teknik Lindner

    4. Mikromanipulator


     

     

     

     

     

     

     

    Gambar Teknik Isolasi Dan Penapisan Mikroorganisme Untuk Produksi Bioaktif

     

     

     

     

     

     

    gambar isolasi mikroorganisme



     

     

    Gambar teknik gores kuadran


     

     

     

    Gambar teknik gores T

     

    PENGERTIAN ENZIM

    Menurut Mayrback (1952) dari jerman, enzim adalah senyawa protein yang dapat mengatalisi reaksi-reaksi kimia dalam sel dan jaringan makhluk hidup. Enzim merupakan biokatalisator artinya senyawa organic yang mempercepat reaksi kimia. Hampir semua enzim merupakan protein. Pada reaksi yang dikatalisasi oleh enzim, molekul awal reaksi disebut sebagai substrat, dan enzim mengubah molekul tersebut menjadi molekul-molekul yang berbeda, disebut produk. Hampir semua proses biologis sel memerlukan enzim agar dapat berlangsung dengan cukup cepat.

    Enzim bekerja dengan cara menempel pada permukaan molekul zat-zat yang bereaksi dan dengan demikian mempercepat proses reaksi. Percepatan terjadi karena enzim menurunkan energi pengaktifan yang dengan sendirinya akan mempermudah terjadinya reaksi. Sebagian besar enzim bekerja secara khas, yang artinya setiap jenis enzim hanya dapat bekerja pada satu macam senyawa atau reaksi kimia. Hal ini disebabkan perbedaan struktur kimia tiap enzim yang bersifat tetap. Sebagai contoh, enzim amilase hanya dapat digunakan pada proses perombakan pati menjadi glukosa.

    Hal-ihwal yang berkaitan dengan enzim dipelajari dalam enzimologi. Dalam dunia pendidikan tinggi, enzimologi tidak dipelajari tersendiri sebagai satu jurusan tersendiri tetapi sejumlah program studi memberikan mata kuliah ini. Enzimologi terutama dipelajari dalam kedokteran, ilmu pangan, teknologi pengolahan pangan, dan cabang-cabang ilmu pertanian.

    Kerja enzim dipengaruhi oleh beberapa faktor, terutama adalah substrat, suhu, keasaman, kofaktor dan inhibitor. Tiap enzim memerlukan suhu dan pH (tingkat keasaman) optimum yang berbeda-beda karena enzim adalah protein, yang dapat mengalami perubahan bentuk jika suhu dan keasaman berubah. Di luar suhu atau pH yang sesuai, enzim tidak dapat bekerja secara optimal atau strukturnya akan mengalami kerusakan. Hal ini akan menyebabkan enzim kehilangan fungsinya sama sekali. Kerja enzim juga dipengaruhi oleh molekul lain. Inhibitor adalah molekul yang menurunkan aktivitas enzim, sedangkan aktivator adalah yang meningkatkan aktivitas enzim. Banyak obat dan racun adalah inihibitor enzim.

    Sifat Enzim:

    1. Merupakan protein
    2. Merupakan biokatalisator.
    3. Mempercepat reaksi kimia dengan jalan menurunkan energi aktivasi yaitu energy awal yang diperlukan untuk memulai reaksi kimia.
    4. Enzim bekerja spesifik artinya untuk mengubah atau mereaksikan suatu zat tertentu memerlukan zat tertentu pula.
    5. Bekerja sangat cepat
    6. Tidak ikut bereaksi (tidak mengalami perubahan).
    7. Tidak mengubah keseimbangan reaksi
    8. Memliki sifat aktif atau sisi katalitik yaitu bagian enzim tempat substrat berkombinasi.
    9. Substrat asing yang berfungsi menghambat reaksi disebut inhibitor dan yang berfungsi mempercepat reaksi disebut activator.

    Enzim dapat diperoleh dari sel-sel hidup dan dapat bekerja baik untuk reaksi-reaksi yang terjadi di dalam sel maupun di luar sel. Pemanfaatan enzim untuk reaksi-reaksi yang terjadi di luar sel Sekarang banyak diaplikasikan dalam dunia industri seperti industri makanan, detergen, penyamakan kulit, kosmetik, dll. Pemanfaatan enzim dapat dilakukan secara langsung menggunakan enzim hasil isolasi maupun dengan cara pemanfaatan mikroorganisme yang dapat menghasilkan enzim yang diinginkan.

    PENGAPLIKASIAN ISOLASI MIKROORGANISME DALAM PROSES PEMBUATAN ENZIM

    Enzim yang diisolasi dari mikroorganisme dapat diaplikasikan pada berbagai macam industry. Misalnya enzim protease yang diisolasi dari Bacillus licheneformis, digunakan pada berbagai macam detergen sebagai bahan pembersih. Protese merusak dan melarutkan protein ynag mengotori pakaian. Enzim yang dihasilkan untuk proses-proses industri meliputi protease, amilase, glukosa oksidase, glukosa isomerasi, rennin, pektinase, dan lipase. Empat macam enzim yang secara luas diproduksi oleh mikroorganisme adalah protease, glukamilase, α-amilase dan glukosa isomerase.

    Protease adalah enzim yang menyerang ikatan peptide molekul protein dan membentuk fragmen-fragmen kecil peptide. Strain rekombinan Bacillus sp. GX6644 mensekresikan alkanin protease yang sangat aktif terhadap protein kasein susu, dengan aktivitas tertinggi pada pH 11 dan temperatur 40-550C. Strain rekombinan yang lain yaitu Basillus sp. GX6638 mensekresi beberapa alkanin protease yang aktif pada kisaran pH yang cukup luas (8-12). Fungi yang memproduksi protease adalah spesies Aspergillus. Protease yang dihasilkan oleh fungi memiliki kisaran pH yang lebih luas dibandingkan protease yang diproduksi oleh bakteri.

    Amilase digunakan dalam detergen dan dalam industri pembuatan bir. Ada beberapa tipe amilase, termasuk α-amilase yang digunakan untuk mengubah pati menjadi oligosakarida dan maltosa, β-amilase yang digunakan untuk mengubah pati menjadi maltose dan dekstrin, serta glukamilase yang mengubah pati menjadi glukosa. Ketiga enzim di atas digunakan untuk memproduksi sirup dan dekstrosa dari pati. Produksi amilase menggunakan fungi Aspergillus sp. Aspergillus oryzae digunakan untuk memproduksi amilase dari gandum pada kultur stasioner. Basillus subtilis dan Basillus diataticus digunakan untuk memproduksi amilase bakteri.

    Glukosa isomerase mengubah glukosa ,menjadi fruktosa yang dua kali lebih manis dibandingkan sukrosa dan 1,5 kali lebih manis dibandingkan glukosa, sehingga fruktosa merupakan bahan pemanis yang sangat penting pada industri makanan dan minuman. Enzim ini diproduksi oleh Basillus coagulans, Streptomyces sp dan Nocardia sp.

    Renin merupakan enzim penggumpal susu yang mengkatalisis koagulasi susu dalam industri pembuatan keju. Enzim ini diproduksi oleh Mucor pussilus atau Mucor meihei.

    Enzim mikroorganisme juga digunakan dalam produksi polimer sintetik. Misalnya, industri plastic saat ini menggunakan metode kimia untuk memproduksi alkene oxide yang digunakan untuk memproduksi plastik. Produksi alkene oxide dari mikroorganisme melibatkan aksi tiga enzim yaitu piranose-2-oksidase dari fungi Oudmansiela mucida, enzim haloperoksidase dari fungi Caldariomyces sp dan enzim epoxidase dari Falvobacterium sp.

    Pada produksi enzim yang stabil terhadap panas, DNA polimerasi sangat penting dalam proses amplifikasi DNA. Reaksi polimerasi (polymerase chain reaction, PCR) sangat penting bagi diagnosis kesehatan, forensik dan penelitian biologi molecular. Kultur Thermos aquaticus dan mikroorganisme termofilik lainnya digunakan untuk memproduksi DNA polimerase. Strain Escherichia coli yang direkayasa secara genetis mengandung gen untuk taq DNA polymerase dari thermus aquaticus , digunakan untuk membuat DNA polimerase rekombinan yang stabil terhadap panas yang disebut amplitaq (Pratiwi, 2008).

    Sumber lain juga mengatakan bahwa Aplikasi Enzim dalam Industri makanan dan Minuman sebagai berikut penjelasannya:

    Dalam bidang bioteknologi enzim merupakan salah satu produk yang banyak digunakan atau diaplikasikan untuk keperluan industri seperti industri makanan, minuman, farmasi, kosmetik dan lain sebagainya. Dalam industri makanan atau minuman enzim banyak digunakan untuk menghasilkan atau meningkatkan kualitas dan keanekaragaman produk. Beberapa contoh produk yang memanfaatkan enzim seperti keju, yoghurt, dan lain sebagainya (Philips, 2009). Beberapa contoh jenis enzim yang umum dan banyak digunakan dalam industri makanan dan minuman antara lain :

    a. Rennet

    Rennet adalah enzim yang digunakan dalam proses pembuatan keju (cheese) yang terbuat dari bahan dasar susu. Susu adalah cairan yeng tersusun atas protein yang terutama kasein yang dapat mempertahankan bentuk cairnya. Rennet merupakan kelompok enzim protease yang ditambahkan pada susu pada saat proses pembuatan keju. Rennet berperan untuk menghidrolisis kasein terutama kappa kasein yan berfungsi mempertahankan susu dari pembekuan. Enzim yang paling umum yang diisolasi dari rennet adalah chymosin. Chymosin dapat diisolasi dari beberapa jenis binatang, mikroba atau sayuran, akan chymosin yang berasal dari mikroorganisme lokal atau asli yang belum mendapat rekayasa gebetik kadang aplikasinya dalam pembuatan keju atau cheddar menjadi kurang efektif.

    b. Laktase

    Lactase adalah enzim likosida hidrolase yang berfungsi untuk memecah laktosa menjadi gula penyusunnya yaitu glukosa dan galaktosa. Tanpa suplai atau produksi enzim laktase yang cukup dalam usus halus, akan menyebabkan terjadinya lactose intolerant yang mengakibatkan rasa tidak nyaman diperut seperti kram, banyak buang gas, atau diare) dalam saluraqn cerna selama proses pencernaan produk-produk susu. Secara komersial laktase digunakan untuk menyiapkan produk-produk bebas laktosa seperti susu. Ini juga dapat digunakan untuk membuat es krim untuk membuat cream dan rasa produk yang lebih manis. Laktase biasanya diisolasi dari yeast (Kluyveromyces sp.) dan fungi (Aspergillus sp.).

    c. Katalase

    Katalase adalah enzim yang dapat diperoleh dari hati sapi (bovine livers) atau sumber microbial. Dan digunakan untuk mengubah hydrogen peroksida menjadi air dan molekul oksigen. Enzim ini digunakan secara terbatas pada proses produksi keju.

    d. Lipases

    Lipase digunakan untuk memecah atau menghidrolisis lemak susu dan memberikan flavour keju yang khas. Flavour dihasilkan oleh karena adanya asam lemak bebas yang diproduksi ketika lemak susu dihidrolisis. Selain pada industri engolahan susu juga pada industri lainnya.

    e. Protease

    Protease adalah enzim yang berfungsi untuk menghidrolisis ikatan peptida dari senyawa-senyawa protein dan diurai menjadi senyawa lain yang lebih sederhana (asam amino). Contoh protease yang dapat dimanfaatkan adalah bromelin danpapain sebagai bahan pengempuk daging.

    f. Amilase

    Amilase merupakan enzim yang berfungsi untuk menghidrolis amilum (pati) menjadi gula-gula sederhana seperti dekstrin dan glukosa. Enzim amilase dapat digunakan dalam proses pembuatan biskuit, minuman beralkohol, dan pembuatan sirup glukosa.

    DAFTAR PUSTAKA

    Agustina, W. 2004. Pemanfaatan Bacillus licheniformis sebagai Bakteri Penghasil Enzim Protease dengan Medium Tepung Biji Amaranth. PS MIPA Unsoed. Purwokerto.

    Dwidjoseputro, S. 1992. Mikrobiologi Pangan. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

    Phillip, T. 2009. Enzymes Used in the Dairy Industry. www.About.com

    Pratiwi, Sylvia T. 2008. Mikrobiologi farmasi. Erlangga. Jakarta.

    STRATEGI INHIBITOR PERTUMBUHAN Clostridium botulinum PADA PRODUK BAHAN PANGAN DALAM INDUSTRI KALENGAN SERTA PENANGANAN MEDIS PADA BOTULISME

    Strategi Inhibitor Pertumbuhan Clostridium Botulinum Pada Produk Bahan Pangan Dalam Industri Kalengan Serta Penanganan Medis Pada Botulisme

    Mikroorganisme ada yang dapat mendatangkan keuntungan dan mendatangkan kerugian. Mikrobe dapat bersifat menguntungkan (mikroba apatogen) misalnya menghasilkan produk-produk makanan khusus, imunisasi, vaksin, dan berperan dalam proses pembuatan makanan dalam industri. Namun, mikrobe juga dapat membusukkan protein, memfermentasikan karbohidrat, dan menjadikan lemak atau minyak nerbau tengik. Keberadaan mikrobe pada makanan ada yang berbahaya atau dapat sebut sebagai mikroba patogen bagi manusia, beberapa mikrobe mengakibatkan kerusakan pangan, menimbulkan penyakit, dan menghasilkan racun.

    Secara faktual, bahan  pangan merupakan medium pertumbuhan yang baik bagi berbagai macam mikroba. Sering dijumpai dalam dunia industri makanan yang dikemas dalam bentuk kalengan adanya kerusakan pangan yang ditimbulkan oleh mikroba patogen yang dapat menghasilkan racun yaitu Clostridium botulinum.

    1.1 Clostridium botulinum

    Clostridium botulinumdapat menghasilkan molekul protein dengan daya keracunan yang sangat kuat yang dikenal dengan botulinin. Botulinin tersebut yang menyebabkan botulisme, yaitu penyakit keracunan makanan yang terkontaminasi oleh Clostridium botulinum. Bakteri ini menghasilkan toksin (racun) yang dapat menyerang saraf (karena menyerang saraf maka disebut neurotoksin). Gejala keracunan ini (botulism) dapat terjadi selang beberapa jam sampai satu atau dua hari setelah mengkonsumsi makanan yang terkontaminasi Clostridium botulinum. Beberapa gejala yang timbul antara lain mulut kering, penglihatan kabur, tenggorokan kaku, kejang-kejang dan dapat mengakibatkan penderita meninggal karena sukar bernafas (Wiwit, 2008).

    Clostridium botulinum umum terdapat pada makanan kalengan dengan pH lebih dari 4,6. Kerusakan makanan kaleng dipengaruhi oleh jenis makanan dan jenis mikroba yang terdapat didalamnya.  Tanda-tanda kerusakan pada makanan kaleng yang disebabkan oleh Clostridium botulinum diantaranya adalah produk mengalami fermentasi, bau asam, bau keju atau bau butirat, pH sedikit di atas normal dengan tekstur rusak. Penampakan pada keleng memperlihatkan bahwa kaleng menggembung(Siagian,2002).

    Makanan yang aman adalah makanan yang tidak tercemar, tidak mengandung mikroorganisme atau bakteri dan bahan kimia berbahaya, telah diolah dengan tata cara yang benar sehingga sifat dan zat gizinya tidak rusak, serta tidak bertentangan dengan kesehatan manusia. Karena itu, kualitas makanan, baik secara bakteriologi, kimia, dan fisik, harus selalu diperhatikan. Kualitas dari produk pangan untuk konsumsi manusia pada dasarnya dipengaruhi oleh mikroorganisme.

    Ajaran untuk mempelajari hal-hal yang terkecil tercantum dalam surat Al-Baqarah ayat 164

    Artinya: sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, silih bergantinya malam dan siang, bahtera yang berlayar dilaut membawa apa yang berguna bagi manusia dan apa yang Alloh turunkan dari langit berupa air, lalu dengan air itu Dia hidupkan dibumi sesudah mati (kering)-nya dan Dia sebarkan di bumi itu segala jenis hewan, dan pengisaran angin dan awan yang dikendalikan antara langit dan bumi, sungguh(terdapat)tanda-tanda(keesaan dan kebesaran Alloh)bagi kaum yang memikirkan.

    Pertumbuhan mikroorganisme dalam makanan memegang peran penting dalam proses pembentukan makanan serta dapat memproduksi senyawa yang menimbulkan bau tidak enak dan menyebabkan makanan menjadi tak layak makan. Beberapa mikroorganisme yang mengontaminasi makanan dapat menimbulkan bahaya bagi yang mengonsumsinya. Kondisi tersebut dinamakan keracunan makanan.

    Keracunan makanan tidak disebabkan tertelannya organisme hidup, melainkan akibat masuknya toksin atau substansi beracun yang disekresi mikroorganisme ke dalam makanan. Organisme penghasil toksin tersebut mungkin mati setelah pembentukan toksin dalam makanan. Organisme yang menyebabkan keracunan makanan salah satunya adalah Clostridium botulinum. Clustridium botulinun penghasil toksin pada makanan dan minuman kaleng (Astawan, 2007).

    Gambar1. Clostridium botulinum

    Klasifikasi Clostridium botulinum adalah :

    Kingdom         : Bacteria

    Divisi               : Firmicutes

    Kelas               : Clostridia

    Ordo                : Clostridiales

    Famili              : Clostridiaceae

    Genus              : Clostridium

    Species            : Clostridium botulinum

    Secara morfologi, Sel vegetatif C. botulinum berbentuk batang dan berukuran cukup besar untuk ukuran bakteri. Panjangnya antara 3 μm hingga 7 – 8 μm. Lebarnya antara 0,4 μm hingga 1,2 μm.Pada pengecatan Gram, C. botulinum yang mengandung spora bersifat Gram positif, sedangkan C. botulinum yang tidak mengandung spora bersifat Gram negatif. Namun, C. botulinum termasuk bakteri Gram positif.Spora yang dihasilkan oleh sel Clostridium secara struktural sangat berbeda dengan sel pada spesies itu sendiri, tapi yang terkenal adalah spora pada Clostridia yang bersifat patogen. Lapisan paling luar spora disebut dengan exosporium. Exosporium ini bervariasi antara masing – masing species, terkenal pada species yang bersifat patogen, termasuk C. botulinum. Lapisan di bawah exosporium disebut dengan membran spora, terdiri atas protein yang strukturnya tidak biasa. Bagian tengah spora mengandung DNA spora, ribosom, enzim, dan kation. Kandungan logam pada spora C. botulinum berbeda dari kandungan metal pada Bacillus. Strain proteolitik C. Botulinum dapat menghasilkan spora yang sangat resisten dengan pemanasan tinggi.

    Gambar 2. SporaClostridium botulinum

    C. botulinum merupakan bakteri anaerob yang tidak dapat tumbuh di lingkungan aerob contohnya tumbuh pada makanan kaleng. Hasil uji pertumbuhan pada media agar aerob adalah negatif. C. botulinum bersifat motil atau dapat bergerak dengan flagel yang berbentuk peritirik. Motilitas C. botulinum ini umumnya sulit ditunjukkan, terutama pada strain yang sudah cukup lama ditanam. C. botulinum merupakan bakteri Gram positif yang memiliki kandungan peptidoglikan antara 80 – 90% dari komponen dinding sel. C. botulinum tidak dapat membentuk kapsula maupun plasmid. Bakteriofag pada genus Clostridium dapat diasosiasikan dengan neurotoksisitas dari C. botulinum tipe C dan D (Elvira, 2008).Clustridium botulinun dapat menghasilkan molekul protein dengan daya keracunan yang sangat kuat yang dikenal dengan botulinin. Botulinin tersebut yang menyebabkan botulisme, yaitu penyakit keracunan makanan yang terkontaminasi oleh Clustridium botulinun.

    Tumbuhnya Clostridium botulinum pada makanan utama makanan kaleng dipengaruhi oleh suhu dan waktu pemanasan yang tidak memadai selama sterilisasi. Clostridium botulinum merupakan bakteri thermophilik (tahan panas) yang dapat hidup dalam kondisi anaerobik (tidak ada oksigen). Bakteri ini menghasilkan toksin (racun) yang dapat menyebabkan botulisme. Botulisme merupakan gejala keracunan yang disebabkan oleh botulin. Botulisme dapat terjadi selang beberapa jam sampai satu atau dua hari setelah mengkonsumsi makanan yang terkontaminasi racun Clostridium botulinum. Beberapa gejala yang timbul antara lain mulut kering, penglihatan kabur, tenggorokan kaku, kejang-kejang dan dapat mengakibatkan penderita meninggal karena sukar bernafas (Wiwit, 2008).

    1.2 Toksin Clostridium botulinum

    Kasus botulismus pertama kali dilaporkan tahun 1793 serta agen etimologinya pertama kali diisolasi tahun 1895 oleh E. Van Ermengen. Wabah yang diteliti oleh Van Ermengen terjadi di Belgia dengan kejadian 34 kasus dan menewaskan 3 orang penderita. Organisme penyebab dinamainya Bacillusbotulinus dari latin botulus yang berarti sosis. Botulismus disebabkan oleh C.botulinum adalah kuman gram positif, anaerob, bentuk batang, spora (Jay, 1978). Berdasarkan atas spesifisitas serologi dari toksinnya dikenal ada 7 jenis toksin yaitu : Jenis A, B, C, D, E, F,dan G.

    Gambar 3. Toksin Botulisme

    Toksin A, B, E, dan F sebagai penyebab penyakit pada manusia. Toksin jenis A umumnya sebagai penyebab botulisme di negara bagian Barat Amerika, dimana toksin A bersifat lebih toksik dibandingkan dengan toksin jenis B. Toksin jenis B lebih sering dijumpai di tanah dan bersifat kurang toksik dari jenis A. Toksin C merupakan penyebab penyakit pada unggas, sapi dan hewan lainnya. Toksin D berkaitan dengan keracunan makanan pada pakan sapi terutama di Afrika Selatan. Toksin E bersifat toksik pada manusia terutama ditemukan pada ikan dan produk-produk ikan. Toksin F sama dengan jenis A dan B yang diisolasi di Denmark. Jenis G dilaporkan di Argentina tetapi dikatakan tidak mengakibatkan botulismus pada manusia namun C, D, dan G mengakibatkan botulisme pada unggas. Berdasarkan atas sifat toksinnya dapat juga digolongkan atas dasar kemampuan proteolitiknya dimana toksin jenis A, B dan F bersifat proteolitik, sedangkan jenis E tidak proteolitik (Suardana, 2001; Frazier dan Westhoff, 1988; Jay, 1978).

    Terdapat tujuh macam toksin yang berbeda – beda yang dihasilkan oleh C. botulinum, yaitu tipe A, B, C, D, E, F, dan G. Toksin tipe A, B, Edan F merupakan toksin yang menyebabkan penyakit botulisme pada manusia.

    C. botulinum termasuk bakteri yang bersifat mesophilic dengan suhu optimum untuk tumbuh yaitu 370 C untuk strain jenis A dan B serta 300 C untuk strain jenis E. Suhu terendah dari strain jenis A dan B adalah 12,50 C namun pernah juga dilaporkan bahwa kuman dapat tumbuh pada suhu 100 C. Disisi lain spora jenis E dikatakan mampu tumbuh dan menghasilkan toksin pada suhu 3,30 C, sementara jenis F dilaporkan tumbuh dan menghasilkan toksin pada suhu 40 C . Secara umum strain jenis E dan B bersifat non-proteolitik serta strain F suhu minimum untuk tumbuhnya lebih kurang 100 C lebih rendah daripada strain A dan B. Sedangkan suhu maksimum untuk tumbuhnya yaitu : jenis A dan B pada suhu 500 C. Strain jenis E memiliki suhu maksimum 5 derajat lebih rendah dari strain A dan B dengan suhu optimumnya yaitu 300 C (Suardana, 2001; Cliver, 1990 ; Jay, 1978).

    Produksi toksin dari C. botulinum tergantung dari kemampuan sel untuk tumbuh di dalam makanan dan menjadi autolisis disana (Suardana, 2001; Frazier dan Westhoff, 1988). Lebih lanjut produksi toksin dipengaruhi oleh komposisi dari makanan atau medium terutama glukosa atau maltosa yang diketahui sangat potensial terhadap produksi toksin, kelembaban, pH, potensial redok, kadar garam, temperatur dan waktu penyimpanan.

    1.3 Strategi Inhibitor Pertumbuhan Clostridium botulinumpada produk bahan pangan dalam industri kalengan

    Dalam dunia industri dilakukan strategi penghambat pada bakteri yang bersifat merugikan (patogen) salah satunya dengan melakukan pengemasan (packaging). Persyaratan yang harus dipenuhi dalam pengamasan tersebut harus memiliki sifat-sifat  meliputi permeabel terhadap udara (oksigen dan gas lainnya), bersifat non-toksik dan inert (tidak bereaksi dan menyebabkan reaksi kimia) sehingga dapat mempertahankan warna, aroma, dan cita rasa produk yang dikemas, kedap air (mampu menahan air atau kelembaban udara sekitarnya), kuat dan tidak mudah bocor, relatif tahan terhadap panas dan mudah dikerjakan secara massal dan harganya relatif murah.Berdasarkan persiapan sampel dan kemasan, sampel PE juga dapat diklasifikasikan menjadi tiga kelompok meliputi:

    a. Full-Volume packaging

    Kendali-volume sampel sampel PE meniru dunia nyata lapangan di komposisi, jumlah, dan kemasan. Karena mereka ditangani seperti sampel lapangan dunia nyata dalam hal log-in, penyimpanan, persiapan, analisis, dan pelaporan, mereka menyediakan evaluasi dari seluruh operasi dari laboratorium dari sampel penerima untuk pelaporan data. Namun, lebih sulit dan mahal untuk  mempersiapkan dan menggunakan sampel PE penuh volume karena kehidupan yang pendek. Mayoritas USACE’s PE  sampel sampel PE full-volume yang baru disiapkan sebelum pengiriman.

    b. Vacum packaging

    Makanan adalah produk yang membutuhkan perawatan dan pengemasan khusus. Dalam mengemas makanan, kita tak boleh salah pilih, karena jika makanan dikemas dengan asal-asalan, hasilnya akan berantakan. Makanan jadi cepat membusuk dan masa simpannya lebih pendek. Untuk mengemas makanan, anda memerlukan mesin pengemas kedap udara. Dengan pengemas kedap udara (vacuum), bakteri-bakteri yang menyukai tempat seperti makanan akan dapat dihindari.

    c.  Ampul

    Ampul PE sampel konsentrat disegel di dalam ampul kaca. Laboratorium ikuti
    instruksi khusus untuk mencairkan berkonsentrasi sebelum persiapan sampel dan analisis. Karena  konsentrat api disegel, rak-kehidupan sampel PE ampul biasanya jauh lebih lama daripada sampel full-volume PE. Sebuah jumlah besar sampel PE ampul disiapkan dan didistribusikan untuk antar laboratorium round-robin studi. USACE menggunakan sampel PE ampul untuk beberapa PE kurang stabil sampel seperti senyawa organik yang mudah menguap di dalam pestisida tanah dan organofosfat dalam air. Ampul sampel hanya dapat digunakan sebagai single sampel PE buta

    Pada hasil penelitian berdasarkan atas pH, dilaporkan bahwa C. botulinum tidak mampu tumbuh pada pH di bawah 4,5 pada makanan berkadar asam. Lebih jauh dilaporkan bahwa organisme akan tumbuh dengan baik dan menghasilkan toksin pada pH 5,5-8,0 (Suardana, 2001; Jay, 1978). Sedangkan Frazier dan Westhoff (1988) menyatakan bahwa nilai pH minimal untuk pertumbuhan sel vegetatif adalah 4,87 sedangkan untuk petumbuhan spora pada PH 5,01 di dalam cairan kaldu.

    Nutrisi yang diperlukan untuk pertumbuhan bersifat komplek, diperlukan asam amino, vitamin B dan mineral. C. botulinum jenis A dan B memerlukan kadar air 0,94 dan jenis E pada 0,97 Dilaporkan bahwa kadar garam 10% atau 50% sukrosa akan menghambat pertumbuhan jenis A dan B. Tar dalam Jay (1978) menyatakan bahwa pada konsentrasi 25-500 ppm dapat menghambat jenis A lebih dari sebulan pada suhu optimum dengan pH 5,9-7,6. Di dalam penelitian pembentukan toksin jenis E dan pertumbuhan sel didalam kalkun yang diinkubasikan pada suhu 300 C, Midura et al., dalam Jay (1978) menemukan bahwa spora jenis E akan memperbanyak diri dan menghasikan toksin dalam waktu 24 jam. Penampakan toksin bertepatan dengan pertumbuhan sel selama 2 minggu setelah toksin berada di luar sel hidup. Penemuan ini mengungkapkan bahwa kemungkinan ditemukannya toksin jenis E di dalam makanan tanpa ditemukannya sel jenis E.

    Makanan yang mengandung toksin umumnya tanpa jenis organisme yang lain, hal ini disebabkan oleh perlakuan panas dan pengepakan vakum. Dilihat dari kehadiran ragi, kuman dilaporkan dapat tumbuh dan menghasilkan toksin pada pH rendah 4,0. Ragi dianggap menghasilkan faktor pertumbuhan yang diperlukan oleh Clostridia untuk tumbuh pada pH rendah, sementara bakteri asam laktat diasumsikan sebagai alat pertumbuhan dengan terjadinya penurunan potensial redok. Sejumlah strain C. perfringens menghasilkan penghambat yang efektif terhadap 11 strain tipe A, 7 B proteolitik, dan 1 non proteolitik, pada 5 strain E dan 7 strain F. Kautter et al., dalam Jay (1978) menemukan bahwa strain jenis E dihambat oleh organisme non toksik lainnya yang mempunyai ciri morfologi dan uji biokimia yang sama dengan tipe E. Organisme yang menunjukkan efek penghambatan ini menghasilkan substansi seperti bakteriocin yang dikenal dengan nama bioticin. Laporan menunjukkan bahwa adanya kaitan antara C. botulinum tipe F dalam sampel lumpur selama periode waktu tertentu dengan kehadiran dari Bacillus licheniformis, dan kahadiran bakteri ini dianggap sebagai pembawa faktor penghambat untuk pertumbuhan strain jenis F (Suardana, 2001)

    1.4 Jenis Botulisme

    Ada tiga jenis botulisme yang biasa dijumpai, yaitu foodborne botulism (terjadi karena mengkonsumsi makanan yang terkontaminasi oleh Clostridium botulinum), wound botulisme (karena ada luka yang terkontaminasi oleh Clostridium botulinum) dan infant botulisme (terjadi pada anak-anak yang mengkonsumsi makanan terkontaminasi Clostridium botulinum) (Wiwit, 2008).

    Gejala-gejala pertama wound botulisme (karena ada luka yang terkontaminasi oleh Clostridium botulinum) biasanya termasuk mulut kering, penglihatan ganda, kelopak mata layu, dan ketidakmampuan untuk fokus pada benda di sekitarnya. Pupil pada mata tidak mengkerut dengan normal ketika terkena sinar selama pemeriksaan mata.

    Gejala-gejala pada foodborne botulism terjadi tiba-tiba, biasanya 18 sampai 36 jam setelah racun memasuki tubuh, meskipun gejala-gejala bisa mulai lebih cepat selama 4 jam atau selambat-lambatnya 8 hari setelah mencerna racun. Racun yang lebih banyak diserap, lebih cepat orang menjadi sakit. Biasanya, orang menjadi sakit dalam waktu 24 jam makan makanan terkontaminasi adalah yang sangat parah terkena.pada foodborne botulism, gejala-gejala pertama seringkali mual, muntah, kram perut, dan diare. Orang yang memiliki luka botulism tidak mengalami gejala-gejala pencernaan apapun. Kerusakan syaraf oleh racun mempengaruhi kekuatan otot tetapi bukan indra perasa. Nada otot pada wajah kemungkinan hilang. Berbicara dan menelan menjadi sulit. Karena menelan adalah sulit, makanan atau ludah seringkali terhisap (asoirated) ke dalam paru-paru, menyebabkan cekikan atau sumbatan dan meningkatkan resiko pneumonia. Beberapa orang menjadi sembelit. Otot pada lengan dan kaki dan otot yang berhubungan dalam pernafasan menjadi lemah secara progresif sebagaimana gejala-gejala secara bertahap menurunkan tubuh. Masalah pernafasan kemungkinan mengancam nyawa. Pikiran biasanya tetap jernih.

    Pada sekitar 90% bayi dengan infant botulism, sembelit adalah gejala awal. Kemudian otot menjadi lumpuh, dimulai dari wajah dan kepala dan segera menuju lengan, kaki dan otot yang berhubungan dengan pernafasan. Kelopak mata layu, menangis lemah, bayi tidak bisa menghisap, dan wajah mereka kehilangan ekspresi. Kisaran masalah dari menjadi lemah dan lambat makan sampai kehilangan nada otot dalam jumlah besar dan mengalami kesulitan bernafas. Ketika bayi kehilangan nada otot, mereka bisa merasa timpang yang abnormal.

    Pada surat Al-Furqon ayat 2dijelaskan bahwa:

    Artinya: yang kepunyaan-Nya-lah kerajaan langit dan bumi, dan Dia tidak mempunyai anak, dan tidak ada sekutu bagiNya dalam kekuasaan(Nya), dan dia telah menciptakan segala sesuatu, dan Dia menetapkan ukuran-ukurannya dengan serapi-rapinya.

    Dalam surat Al-furqon ayat 2 menjelaskan bahwa dimuka bumi ini terdapat berbagai jenis hewan dari ukuran mikro sampai dengan ukuran makro. Manusia sebagai makhluk yang paling tinggi derajatnya dibandingkan makhluk yang lain karena akalnya, diharapkan mampu menggunakan akalnya untuk kemaslahatan umat dalam bidang pengobatan serta tindakan pencegahan(prefentif) penyakit. Hal ini berkaitan dengan tugas manusia sebagai kholifah dimuka bumi.

    1.5Pengobatan Botulisme

    Botulisme harus ditangani secara serius . Tes laboratorium untuk memastikan diagnosa dilakukan, tetapi pengobatan seringkali tidak dapat ditunda sampai hasilnya diketahui. Untuk membantu menghilangkan berbagai racun yang tidak dapat diserap, bisa memberi arang aktif melalui mulut atau melalui pipa yang dimasukkan ke dalam perut.  Tanda vital (detak, tingkat pernafasan, tekanan darah, dan suhu) diukur dengan sering. Jika masalah pernafasan terjadi, orang dipindahkan ke ruang perawatan intensif dan kemungkinan secara sementara diletakkan pada ventilator. Beberapa pengobatan telah mengurangi presentase kematian disebabkan botulisme dari sekitar 70% pada awal 1900 sampai kurang dari 10%. Maka penyakit yang di akibatkan oleh Clostridium botulinum perlu adanya pengobatan.

    Hal yang berkaitan dengan pengobatan botulisme tersebut sesuai dengan surat Asy-syu’araa’ ayat 80

    Artinya:Dan apabila aku sakit, dialah yang menyembuhkan aku.

    Mikroorganisme dapat berperan dalam bidang kesehatan yaitu dapat mensintesis antitoksin yang dapat memberikan pengobatan pada botulisme. Zat yang menyumbat aksi racun (antitoxin) diberikan segera mungkin setelah botulisme telah didiagnosa. Hal ini lebih mungkin untuk membantu jika diberikan dalam 72 jam ketika gejala-gejala terjadi. Antitoxin bisa memperlambat atau menghentikan kemunduran fisik lebih lanjut, sehingga tubuh bisa sembuh dengan sendirinya lebih dari jangka waktu sebulan. Meskipun begitu, antitoxin tidak dapat membatalkan kerusakan siap dilakukan. Juga, beberapa orang mengalami reaksi alergi serius (anaphylactic)terhadap antitoxin, yang diperoleh dari serum kuda, atau terbentuk serum penyakit. Antitoxin tidak dianjurkan untuk botulisme bayi, tetapi digunakan pada botulism immune globulin (diperoleh dari darah pada orang yang diimunisasi melawan botulisme) pada bayi akan dipelajari. Orang bisa memerlukan untuk diberi makan melalui pipa pembuluh darah. Bayi bisa memerlukan untuk diberi makan melalui pipa palstik makanan tipis (pipa nasogastric)dilewati melalui hidung dan turun ke tenggorokan. Beberapa orang yang sembuh dari botulisme merasa lelah dan nafas pendek untuk setahun ke depan.

    Fenomena ini sesuai dengan firman Alloh SWT dalam Al-Quran surat Al-Imran ayat 191

    Artinya:(yaitu)orang-orang yang mengingat Alloh sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata):”Ya Tuhan kami, tiadalah engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka.

    Dalam surat Al-Imran ini menjelaskan bahwa segala sesuatu yang diciptakan oleh Alloh SWT di muka bumi ini dari hal terkecil sampai hal terbesar mempunyai maksud dan tujuan untuk kehidupan manusia dimuka bumi.

    Botulisme ini faktor utamanya yaitu mengonsumsi makanan yang terkontaminasi  Clostridium botulinum. Beberapa cara yang bisa membantu mencegah foodborne botulism :Memasak makanan pada suhu 176º F (79.9ºC) selama 30 menit, hampir selalu menghancurkan racun. Merebus makanan kaleng rumahan selama 10 menit, menghancurkan racun. Membuang kaleng makanan yang berubah warna atau baunya busuk. Membuang kaleng yang menggembung atau bocor. Membekukan minyak yang terkena bawang putih atau rempah-rempah. Menjaga kentang yang telah dipanggang dalam kertas aluminium tetap panas sampai dihidangkan. Tidak memberi makan madu anak yang berusia di bawah 2 tahun, yang bisa mengandung clostridium botulinum spora.Jika orang tidak pasti kaleng harus dibuang, mereka bisa memeriksa ketika mereka mulai untuk membuka. Sebelum membuat tusukan pertama, mereka bisa meletakkan beberapa tetes air di dalam daerah tersebut untuk ditusuk. Jika air terusir dibandingkan terhisap ke dalam kaleng ketika kaleng ditusuk, kaleng terkontaminasi dan harus dibuang.  Berbagai makanan kemungkinan terkontaminasi harus diletakkan dengan hati-hati. Bahkan racun dalam jumlah sedikit yang tercerna, terhisap, atau terserap melalui mata atau luka di kulit bisa menyebabkan penyakit serius. Sentuhan kulit harus dihindari sebanyak mungkin, dan tangan harus segera dicucisetelah memegang makanan. Jika luka menjadi terinfeksi, dengan segera mencari perawatan medis bisa mengurangiresiko luka botulisme.

    DAFTAR PUSTAKA

    Astawan,Made.2007.Waspadai Bakteri Patogen pada Makanan.http://cyberman.cbn.net.id/cbprtl/common/ptofriend.aspx?x=Nutrition&y=cybermed%7C0%7C0%7C6%7C425. Diakses tanggal 5 Desember 2010.

    Budiyanto, MAK.2010.Hand Out-9:Mikrobiologi Pangan, Industri, dan Kedokteran.Malang.

    Budiyanto, MAK.2002.Mikrobiologi Terapan.Universitas Muhammadiyah Malang;Malang Press.

    Budiyanto, MAK,2001.Peranan Mikroorganisme dalam Kehidupan Kita.Universitas Muhammadiyah Malang;UMM Press.

    Elvira, Vivi. 2008. Racun Dunia. http://mikrobia.files.wordpress.com/2008/05/07-060.doc. Diakses tanggal 5 Desember 2010.

    Iqbal. 2008. Peran Mikroorganisme dalam Kehidupan. http://iqbalali.com/. Diakses tanggal 5 Desember 2010.

    Jawet, dkk.2010.Mikrobiologi Kedokteran. Jakarta;Penerbit Salemba Medica.

    Suardana, I Wayan. 2001. Botulismus pada Manusia. http://www.jvetunud.com/archives/8. Diakses tanggal 5 Desember 2010.

    Waluyo,Lud.2005.Mikrobiologi Umum.Malang:Penerbit UMM Press.

    Wiwit, Neneng. 2008. Seputar Makanan Kalenghttp://ne2nkwi2t.wordpress.com/2008/02/21/52/. Diakses tanggal 5 Desember 2010.

     

    Peran Rekayasa Genetika Mikroba Dalam Industri Insulin

    Peran Rekayasa Genetika Mikroba Dalam Industri Insulin

    Insulin (bahasa latin: insula, “pulau”, karena diproduksi di pulau-pulau Langerhans di pankreas) adalah sebuah hormon  polipeptida yang mengatur  metabolisme karbohidrat. Selain merupakan “efektor” utama dalam homeostasis karbohidrat, hormon ini juga ambil bagian dalam metabolisme lemak (trigliserida) dan protein. Hormon ini memiliki properti anabolik. Hormon tersebut juga mempengaruhi jaringan tubuh lainnya.

    Insulin menyebabkan sel (biologi) pada otot dan adiposity menyerap glukosa dari sirkulasi darah melalui transporter glukosa GLUT1 dan GLUT4 dan menyimpannya sebagai glikogen di dalam hati dan otot sebagai sumber energi. Kadar insulin yang rendah akan mengurangi penyerapan glukosa dan tubuh akan mulai menggunakan lemak sebagai sumber energi.

    Secara normal insulin dihasilkan oleh pankreas.  Dalam keadaan sehat pankreas secara spontan akan memproduksi insulin saat gula darah tinggi. Prosesnya sebagai berikut : jika  gula darah rendah glukagon akan dibebaskan oleh sel alfa pankreas, kemudian hati akan melepaskan  gula ke darah yang mengakibatkan kadar gula darah normal. Sebaliknya jika gula dalam darah tinggi, insulin akan dibebaskan oleh sel beta pankreas, kemudian sel-sel lemak akan mengikat gula  darah, yang  mengakibatkan kadar gula darah normal.

    Struktur insulin manusia terdiri dari dua rantai polipeptida yang dihubungkan oleh ikatan disulfida, yaitu polipeptida alfa dan beta. Polipeptida alfa mengandung 21 asam amino sedang polipeptida beta mengandung 30 asam amino. Apabila urutan asam amino suatu polipeptida diketahui maka dengan menggunakan kode geneti­ka dapat pula diketahui urutan nukleotida gena(DNA) yang mengkodenya.

    Insulin digunakan dalam pengobatan beberapa jenis diabetes melitus. Pasien dengan diabetes mellitus tipe 1 bergantung pada insulin eksogen (disuntikkan ke bawah kulit/subkutan) untuk keselamatannya karena kekurangan absolut hormon tersebut, pasien dengan diabetes mellitus tipe 2 memiliki tingkat produksi insulin rendah ataukebal insulin, dan kadang kala membutuhkan pengaturan insulin bila pengobatan lain tidak cukup untuk mengatur kadar glukosa darah.

    Hal yang berkaitan dengan pengobatan Diabetes Melitus tersebut sesuai dengan surat Asy Syu’araa’ ayat 80

    Artinya:  dan apabila aku sakit, Dialah Yang menyembuhkan aku.

    Dalam hal ini dapat kita ketahui bahwa Allah SWT  menciptakan sejenis  mikroba berupa Eschericia coli yang dapat melakukan proses metabolisme. Dari hasil metabolisme tersebut dapat menghasilkan insulin yang dapat digunakan penderita DM.

    Sebelum era rekayasa genetika, insulin yang diperlukan untuk mengobati penderita  DM diperoleh dari hewan. Insulin yang dihasilkan oleh pankreas sapi atau babi digunakan untuk pengobatan DM pada manusia. Jika dibandingkan dengan insulin dari ekstraksi pankreas sapi yang hanya menghasilkan ½ cc saja, insulin babi dapat menghasilkan sekitar 1 L insulin dari gen pankreas yang diklon dalam ragi pada tabung fermentor kapasitas 1000 L. Bila diamati dengan cermat, secara ilmiah organ yang ada pada babi memiliki perwujudan yang sangat serasi dengan manusia. Perbandingan lain juga ditemukan dari hasil struktur kimia yang dimiliki oleh babi, ternyata struktur insulin yang dimiliki oleh pankres babi memiliki bentuk yang hampir sama dengan insulin manusia, yaitu :

    Insulin Manusia : C256H381N65O76S6 MW = 5807,7

    Insulin Babi : C257H383N65O77S6 MW = 5777,6

    Namun cara ini mempunyai kelemahan, yaitu terbatasnya insulin yang dapat diproduksi oleh pankreas, yang tidak sebanding dengan jumlah penderita DM yang membutuhkan insulin. Selain itu memungkinkan adanya efek samping karena insulin yang dihasilkan tidak sama persis dengan insulin manusia. Meskipun diketahui insulin yang dihasilkan oleh babi paling mirip dengan insulin manusia, namun perlu diingat bahwa dalam islam babi merupakan binatang yang haram sebagaimana firman Allah dalam Al Quran surat Al An’am ayat 145 yang artinya : “Katakanlah : Tidaklah aku peroleh dalam wahyu yang diwahyukan kepadaku, sesuatu yang diharamkan bagi orang yang hendak memakannya, kecuali kalau makanan itu bangkai, atau darah yang mengalir atau daging babi …”.

    Penemuan teknik rekayasa genetika  pada E. coli untuk menghasilkan insulin, jauh lebih menguntungkan karena yang dihasilkan adalah insulin manusia sehingga tidak memberikan efek sampingan seperti halnya insulin hewan serta dapat dihasilkan banyak insulin dalam waktu yang relatif pendek. Hal ini dikarenakan waktu generasi E. coli yang cukup pendek, yaitu hanya 20 menit, sehingga setiap 20 menit, satu sel E. coli membelah menjadi 2 sel.

    Penggunaan mikroba dalam produksi insulin dengan menggunakan jenis bakteri E. coli tergolong dalam mikrobiologi industri. E. coli merupakan anggota bakteri. Selama ini bila kita mendengar kata bakteri, maka yang terbayang di benak kita adalah sesuatu yang merugikan saja, misalnya penyebab suatu penyakit. Padahal sebenarnya E. coli tidaklah demikian, bakteri ini dikenal sebagai mikrobia normal tubuh manusia. E. coli tidak bersifat pathogen selama berada dalam usus dan bahkan menurut Sujono (1998) bakteri ini bersimbiosis mutualisme dengan manusia. E. coli membantu membentuk vitamin-vitamin (terutama vitamin K) dan dapat menghambat terbentuknya gas H2S, sedangkan E. coli juga mendapatkan makanan dari sisa-sisa metabolisme manusia. Fenomena ini sesuai dengan firman Allah dalam Al Quran surat Al- Imran ayat 191

    Artinya: (yaitu )orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): “Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka.

    Dalam surat  Al-Imran ini menjelaskan bahwa segala sesuatu yang di ciptakan oleh Allah SWT dimuka bumi ini dari hal terkecil sampai hal terbesar mempunyai maksud dan tujuan untuk kehidupan manusia dimuka bumi.

    E. coli banyak digunakan dalam teknologi rekayasa genetik. Biasa digunakan sebagai vector untuk menyisipkan gen-gen tertentu yang diinginkan untuk dikembangkan. E. coli dipilih karena pertumbuhannya sangat cepat dan mudah dalam penanganannya. Hormon insulin yang diproduksi dalam tubuh bakteri E.coli berlangsung secara biosintesis.

    Proses produksi:

    Sumber:  http://www.littletree.com.au/dna.htm

    Escherrichia coli (E. coli), penghuni saluran pencernaan manusia, adalah ‘pabrik’ yang digunakan dalam rekayasa genetika insulin. Ketika bakteri bereproduksi, gen insulin direplikasi bersama dengan plasmid. E. coli seketika memproduksi enzim yang dengan cepat mendegradasi protein asing seperti insulin. Hal tersebut dapat dicegah dengan cara menggunakan E. coli strain mutan yang sedikit mengandung enzim ini. Pada E. coli, B-galaktosidase adalah enzim yang mengontrol transkripsi gen. Untuk membuat bakteri memproduksi insulin, gen insulin perlu terikat pada enzim ini.

    Enzim restriksi secara alami diproduksi oleh bakteri. Enzim restriksi bertindak seperti pisau bedah biologi, hanya mengenali rangkaian nukleotida tertentu, misal salah satunya rangkaian kode untuk insulin. Hal tersebut memungkinkan peneliti untuk memutuskan pasangan basa nitrogen tertentu dan menghapus bagian DNA yang berisi kode genetik dari kromosom sebuah organisme sehingga dapat memproduksi insulin. Sedangkan DNA ligase adalah suatu enzim yang berfungsi sebagai perekat genetik dan pengelas ujung nukleotida

    Sumber: http://www.littletree.com.au/dna.htm

    Langkah pertama pembuatan humulin adalah mensintesis rantai DNA yang membawa sekuens nukleotida spesifik yang sesuai karakteristik rantai polipeptida A dan B dari insulin. Urutan DNA yang diperlukan dapat ditentukan karena komposisi asam amino dari kedua rantai telah dipetakan. Enam puluh tiga nukleotida yang diperlukan untuk mensintesis rantai A dan sembilan puluh untuk rantai B, ditambah kodon pada akhir setiap rantai yang menandakan pengakhiran sintesis protein.

    Antikodon menggabungkan asam amino, metionin, kemudian ditempatkan di setiap awal rantai yang memungkinkan pemindahan protein insulin dari asam amino sel bakteri itu. ‘Gen’ sintetik rantai A dan B kemudian secara terpisah dimasukkan ke dalam gen untuk enzim bakteri, B-galaktosidase, yang dibawa dalam plasmid vektor tersebut. Pada tahap ini, sangat penting untuk memastikan bahwa kodon gen sintetik kompatibel dengan B-galaktosidase. Plasmid rekombinan tersebut kemudian dimasukkan ke dalam sel E. coli.

    Sumber: http://www.littletree.com.au/dna.htm

    Praktis penggunaan teknologi DNA rekombinan dalam sintesis insulin manusia membutuhkan jutaan salinan plasmid bakteri yang telah digabungkan dengan gen insulin dalam rangka untuk menghasilkan insulin. Gen insulin diekspresikan bersama dengan sel mereplikasi galaktosidase-B di dalam sel yang sedang menjalani mitosis.

    Sumber: http://www.littletree.com.au/dna.htm

    Protein yang terbentuk, sebagian terdiri dari B-galaktosidase, bergabung ke salah satu rantai insulin A atau B. Rantai insulin A dan rantai B kemudian diekstraksi dari fragmen B-galaktosidase dan dimurnikan.

    Sumber: http://www.littletree.com.au/dna.htm

    Kedua rantai dicampur dan dihubungkan kembali dalam reaksi yang membentuk jembatan silang disulfida, menghasilkan Humulin murni (insulin manusia sintetis).

    Sumber: http://www.littletree.com.au/dna.htm

    Implikasi biologis dari rekayasa genetika Humulin rekombinan

    Humulin merupakan protein hewani yang dibuat dari bakteri sedemikian rupa sehingga strukturnya benar-benar identik dengan molekul alami. Hal ini akan mengurangi kemungkinan komplikasi yang disebabkan produksi antibodi oleh tubuh manusia. Dalam studi kimia dan farmakologi, insulin rekombinan DNA manusia yang diproduksi secara komersil telah terbukti bisa dibedakan dari insulin pankreas manusia.

    Awalnya, kesulitan utama yang dihadapi adalah kontaminasi produk akhir oleh sel inang, sehingga meningkatkan resiko kontaminasi dalam kaldu fermentasi. Bahaya ini diatasi dengan ditemukannya proses pemurnian. Ketika dilakukan tes pada produk akhir insulin, termasuk teknik terbaik radio-immuno assay, tidak ada ‘kotoran’ yang terdeteksi.

    Seluruh prosedur, sekarang dilakukan dengan menggunakan sel ragi sebagai media pertumbuhan, karena sel ragi dapat menghasilkan sebuah molekul insulin manusia yang hampir lengkap dengan struktur tiga dimensi yang sempurna. Ini meminimalkan kebutuhan untuk prosedur pemurnian kompleks dan mahal.

    Daftar Pustaka

    • Jawet, dkk. 2001. Mikrobiologi kedokteran. Penerbit salemba medica: Jakarta
    • Budiyanto. 2001. Peranan Mikroorganisme dalam Kehidupan Kita. Malang: Universitas Muhammadiyah Malang.
    • Anonymous. 2010. Kemajuan Iptek Untuk Kemaslahatan Umat. http:// Wikipedia.org. Diakses Tanggal 2 Oktober 2010

     

    Peranan Mikrobiologi dibidang Industri Pangan

    Mikrobiologi industri pangan ialah ilmu yang mempelajari bentuk, sifat, dan peranan mikroba di dalam proses pembuatan makanan, baik yang mendatangkan keuntungan (misal di dalam proses pembuatan) ataupun yang mendatangkan kerugian (misal di dalam proses pembusukkan dan kerusakan), dalam hal ini mikroba sebagai jasad pemroses dalam keadaan terkendali bertujuan untuk menghasilkan produk pangan bernilai ekonomis dan bermanfaat. (Suriawiria, 1985).

    Menurut Waluyo : 2005 ada beberapa alasan mengapa mikroba penting dalam bahan makanan, adalah :

    1.      Adanya mikroba, terutama jumlah dan macamnya dapat menentukan tingkat mutu bahan makanan.

    2.      Mikroba dapat mengakibatkan kerusakan pangan

    3.      Beberapa mikroba digunakan untuk membuat produk-produk pangan khusus.

    4.      Mikroba dapat digunakan sebagai makanan atau makanan tambahan bagi manusia dan hewan.

    5.      Beberapa penyakit dapat berasal dari makanan.

    Kandungan mikroba pada suatu spesimen pangan dapat memberikan keterangan yang mencerminkan mutu bahan mentahnya, keadaan sanitasi pada pengolahan pangan tersebut, serta keefektifan metode pengawetannya. Dalam hal ini, mikroba dapat digunakan sebagai Indikator mutu pangan.

    Bahan makanan adalah substrat yang rata-rata sesuai untuk pertumbuhan dan perkembangbiakan mikroba. Sehingga begitu mikroba mengadakan kontak dengan bahan tersebut, kalau kondisi lingkungannya memunginkan, maka pertumbuhan yang kemudian dilanjutkan dengan perkembangbiakan akan terjadi.

    Bahan bacaan :

    Suriawiria U, 1995. Pengantar Mikrobiologi Umum. Bandung: Angkasa.

    Waluyo,Lud.2005.Mikrobiologi Umum. Universitas Muhammadiyah Malang Press: Malang.

    Prasyarat Mikroba dalam Mikrobiologi Industri Pangan

    Dari segi perindustrian mikroba merupakan pabrik zat kimia yang mampu melakukan perubahan yang dikehendaki. Mikroba merombak bahan mentah dan mengubah bahan mentah menjadi suatu produk baru. Beberapa prasyarat yang perlu dipenuhi bagi suatu proses dalam mikrobiologi adalah:

    a.       Organisme Organisme

    yang akan dipakai proses harus dapat menghasilkan produk yang dikehendaki dalam jumlah yang cukup banyak. Harus memiliki sifat-sifat yang stabil dan mampu tumbuh pesat dan hebat, serta tidak patogenik. Mikroba yang digunakan dalam industry adalah kapang, khamir, bakteri, dan virus.

    b.      Medium Medium,

    termasuk substrat yang digunakan oleh organisme untuk membuat produk baru harus murah dan tersedia dalam jumlah yang banyak. Misalnya, limbah yang banyak mengandung nutrient dari industri persusuan dan industri kertas untuk menghasilkan bahan-bahan yang bernilai tinggi.

    c.        Hasil

    Fermentasi industri dilakukan dalam tangki-tangki besar. Produk metabolisme mikroba biasanya merupakan campuran heterogen yang terdiri dari sel-sel mikroorganisme dalam jumlah yang luar biasa banyaknya, komponen-komponen medium yang tidak terpakai, dan produk-produk metabolisme yang tidak dikehendaki. Karena itu, harus dikembangkan metode-metode yang mudah dilaksanakan dalam skala besar untuk memisahkan dan memurnikan produk akhir yang diinginkan.

    Beberapa Produk Industri Pangan yang Dihasilkan Mikroba

    Produk Mikroba Kegunaan
    Dihidroksiaseton Gluconobacter suboxydans Bahan kimia
    Asam 2-ketoglukonat Pseudomonas spp Intermediat untuk asam D-araboaskorbat
    Asam 5-ketoglukonat Gluconobacter suboxydans Intermediate untuk asam tartarat
    Asam laktat Lactobacillus delbrueckii Produk pangan, tekstil dan penatu, pembuatan bahan kimia, menghilangkan kapur dari kulit binatang
    Amylase (pencerna pati) Bacillus subtilis Memodifikasi pati, merekat kertas, melepaskan perekat tekstil, pembuatan kue/roti, pembuatan sirup glukosa
    Protease Bacillus subtilis Memperhalus struktur kulit hewan, melepaskan serat, penghilang noda, pengempuk daging, pencuci luka
    Invertase (pencerna sukrosa) Saccharomyces cerevisiae Membuat permen lunak
    Dekstran Leconostoc mesenteroides Stabilisator dalam produk pangan, pengganti plasma darah
    Sorbose Gluconobacter suboxydans Pembuatan asam arkorbat
    Asam glutamate Propionibacterium freudenreichii Pelengkap makanan dan makanan ternak
    Lisin Brevibacterium spp Aditif makanan
    Streptokinase Microcccus glutamicus Aditif makanan ternak
    Asam fumarat Aspergillus wentiiRhizopus nigricans Produk pangan, obat, untuk transfusi darah
    Asam glukonat Aspergillus nigerAspergillus terreus Pembuatan resin sintesis yang dapat tahan lama, zat pembasah
    Asam itakonat Aspergillus wentii Produk farmasi, tekstil, kulit, fotografi
    Pektinase Aspergillus aereus Pembuatan resin sintesis yang dapat tahan lama, zat pembasah
    Asam giberelat Rhizopus nigricans Bahan penjernih di industry sari buah, obat-obatan
    Asam laktat Rhizopus oryzae Merangsang pembuahan, produksi bijiBahan makanan dan farmasi
    Penisilin Penicilium notatum Antibiotika

    Bahan bacaan :

    Suriawiria U, 1995. Pengantar Mikrobiologi Umum. Bandung: Angkasa. Waluyo,Lud.2005.Mikrobiologi Umum. Universitas Muhammadiyah Malang Press: Malang.

    Proses Produksi MSG (Monosodium Glutamat)

    Monosodium glutamat, juga dikenal sebagai natrium glutamat dan MSG, yaitu garam sodium dari alami non-esensial asam amino asam glutamat. MSG dikenal masyarakat sebagai bumbu masak penting.Fungsinya adalah sebagai penyedap yang menimbulkan rasa gurih. Ia lebih dikenal dengan nama vetsin atau micin. Secara kimiawi MSG adalah garam natrium dari asam glutamat. Satu ion hidrogen (dari gugus -OH yang berikatan dengan atom C-alfa, dari asam amino) digantikan oleh ion natrium.

    Secara garis besar proses produksi MSG melalui tahap-tahap persiapan bahan baku dan bahan pembantu, fermentasi, kristalisasi, dan netralisasi serta pengeringan dan pengayakan.

    1. Persiapan bahan baku dan bahan pembantu

    Dalam pembuatan MSG digunakan bahan baku berupa tetes tebu sebagai sumber karbohidrat. Tetes tebu diolah terlebih dahulu untuk menghilangkan kandungan Ca dengan menambahkan H2SO4. Setelah itu tetes disterilisasi dengan menggunakan uap panas bersuhu maksimum 1200 ºC selama 10 hingga 20 menit dan siap difermentasi dalam tabung yang juga disterilisasi (Said, 1991).

    Selain bahan baku utama juga terdapat bahan pembantu dalam pembuatan MSG. Bahan pembantu tersebut adalah amina (NH2), asam sulfat (H2SO4), HCl, NaOH, karbon aktif, “beet molasses” dan “raw sugar” (Susanto dan Sucipto, 1994).

    2. Fermentasi

    Fermentasi adalah suatu reaksi oksidasi reduksi di dalam sistem biologi yang menghasilkan energi. Fermentasi menggunakan senyawa organik yang biasanya digunakan adalah karbohidrat dalam bentuk glukosa. Senyawa tersebut akan diubah oleh reaksi reduksi dengan katalis enzim menjadi bentuk lain (Winarno, 1990).

    Fermentasi dapat terjadi karena adanya aktifitas mikroba penyebab fermentasi pada substrat organik yang sesuai. Terjadinya fermentasi dapat menyebabkan perubahan sifat bahan pangan sebagai akibat dari pemecahan-pemecahan kandungan bahan pangan tersebut. Hasil-hasil fermentasi terutama tergantung pada jenis bahan pangan (substrat), macam mikroba dan kondisi sekelilingnya yang mempengaruhi pertumbuhan mikroba dan metabolisme mikroba tersebut (Winarno, 1990).

    Bakteri yang banyak digunakan dalam pembuatan MSG adalah bakteri Brevibacterium lactofermentum. Pertama-tama biarkan kultur yang telah diinokulasi dimasukkan kedalam tabung berisi medium pra-starter dan diinkubasi selama 16 jam pada suhu 310C. Selanjutnya biarkan prastarter diinokulasi kedalam tangki starter (Judoamidjojo, dkk. 1990).

    Penurunan pH akibat terbentuknya asam pada proses pembentukan pra-starter tidak diinginkan karena akan menghambat pola pertumbuhan. Penambahan garam (CaCO3) sebanyak 3 % kedalam tebu prastarter berguna untuk mencegah agar pH tidak rendah dari 7. Didalam tangki pembibitan penggunaan CaCO3 tidaklah mungkin karena akan menyebabkan efek samping berupa kerak dan endapan serta akan mengurangi efek pertumbuhan mikroba. Penambahan urea ke dalam tangki pembibitan akan mengurangi pH dan dapat menggantikan fungsi CaCO3. Nilai pH tertinggi yang terjadi akibat peruraian urea diharapkan tidak lebih dari 7,4 sedangkan pH terendah tidak kurang dari 6,8. Hasil dari fermentasi adalah asam glutamat dalam bentuk cair yang masih tervampur dengan sisa fermentasi (Said, 1991).

    3. Kristalisasi dan Netralisasi

    Kristalisasi merupakan metode yang terpenting dalam purifikasi senyawa-senyawa yang mempunyai berat molekul rendah (Mc Cabe, et al. 1994). Kristal murni asam glutamat yang berasal dari proses pemurnian asam glutamat digunakan sebagai dasar pembuatan MSG. Asam glutamat yang dipakai harus mempunyai kemurnian lebih dari 99 % sehingga bisa didapatkan MSG yang berkualitas baik. Kristal murni asam glutamat dilarutkan dalam air sambil dinetralkan dengan NaOH atau dengan Na2CO3 pada pH 6,6-7,0 yang kemudian berubah menjadi MSG. Pada keadaan asam glutamat akan bereaksi dengan Na dan membentuk larutan MSG. Larutan ini mempunyai derajat kekentalan 26 -280Be. Pada suhu 300C dengan konsentrasi MSG sebesar 55 gram/larutan (Winarno, 1990).

    Penambahan arang aktif sebanyak % (w/v) digunakan untuk menjernihkan cairan MSG yang berwarna kuning jernih dan juga menyerap kotoran lainnya, kemudian didiamkan selama satu jam lebih untuk menyempurnakan proses penyerapan warna serta bahan asing lainnya yang berlangsung dalam keadaan netral. Cairan yang berisi arang aktif dan MSG kemudian disaring dengan menggunakan “vacum filter” yang kemudian menghasilkan filter serta “cake” berisi arang aktif dan bahan lainnya. Bila kekeruhan dan warna filter tersebut telah sesuai dengan yang diinginkan maka cairan ini dapat dikristalkan (Said, 1991).

    Larutan MSG yang telah memiliki kekentalan 260Be diuapkan pada kondisi vakum bertekanan 64 cmHg atau setara dengan titik didih 69 gram MSG pelarutan. Pemberian umpan akan menyebabkan terbentuknya MSG karena larutan dalam keadaan jenuh. Umpan yang diberikan sekitar 2% lalu inti kristal yang terbentuk secara perlahan-lahan akan diikuti dengan pemekatan larutan sehingga menghasilkan kristal yang lebih besar. Proses kristalisasi berlangsung selama 14 jam (Said, 1991).

    4. Pengeringan dan pengayakan

    Kristal MSG yang dihasilkan dari proses kristalisasi dipisahkan dengan metode sentrifugasi dari cairannya. Filtrat hasil penyaringan dikembalikan pada proses pemurnian dan kristal MSG yang dihasilkan setelah disaring kemudian dikeringkan dengan udara panas dalam lorong pengeringan, setelah itu diayak dengan ayakan bertingkat sehingga diperoleh 3 ukuran yaitu LLC (“Long Large Crystal”), LC (“Long Crystal”), dan RC (“Regular Crystal”), sedangkan FC (“Fine Crystal”) yang merupakan kristal kecil dikembalikan ke dalam proses sebagai umpan. Hasil MSG yang telah diayak dalam bentuk kering kemudian dikemas dan disimpan sementara dalam gudang sebelum digunakan untuk tujuan lainnya (Said, 1991).

    Bahan Bacaan :

    Judoamijoyo, M., Darwis, A.A, dan Sa’id, E.G.1990. Teknologi Fermentasi. PAU Bioteknologi

    IPB, Rajawali Press. Jakarta.

    Sa’id, G. 1991. Biondustri Penerapan Teknologi Fermentasi. PT. Meiyatama Sarana perkasa.

    Jakarta.

    Susanto, T dan N. Sucipto.1994. Teknologi Pengolahan Hasil pertanian. Bina Ilmu, Surabaya.

    Winarno, F.G. 1990. Teknologi Fermentasi. Proyek Pengembangan Pusat Fasilitas bersama

    Antar Universitas, PAU Pangan dan Gizi, UGM, Yogyakarta


    Produksi Asam Asetat (cuka)

    Menurut Lay,B.W:1992, Pembentukan asam asetat melibatkan 2 perubahan kimiawi yaitu:

    1. Fermentasi alcohol dari karbohidrat

    2.  Oksidasi alcohol menjadi asam asetat

    perbedaan asam cuka yang dihasilkan tergantung pada substrat yang digunakan. Untuk produksi asam asetat digunakan fermentasi ragi. Konsentrasi alcohol diatur sehingga mencapai sekitar 10-13%, baru kemudian ditambahkan bakteri pembentuk asam asetat.

    Peralatan yang digunakan ditujukan agar bakteri dapat melaksanakan proses oksidasi menjadi alcohol. Salah satu metode yaitu metode Frigs digambarkan sebagai berikut: Campuran yang terdiri dari cairan yang tertentu konsentrasi alkoholnya diasamkan dengan asam asetat dan zat hara tertentu yang diperlukan oleh pertumbuhan bakteri pembentuk asam asetat. Bakteri dalam genus Acetobakter dimasukkan ke dalam “beeachwood shavings” (gergajian kayu) campuran dimasukkan melalui suatu celah kecil (trough) dibagian atas alat ini. Sewaktu alcohol melewati gergajian kayu ini maka bakteri akan mengubah sebagian alcohol menjadi asam asetat. Campuran yang terkumpul dibagian dasar dituangkan kembali ke atas gergajian kayu, sehingga dihasilkan lebih banyak asam asetat. Proses ini merupakan proses aerobic sehingga oksigen diperlukan untuk pembentukan asam asetat.

    Bahan Bacaan :

    Lay,B.W.1992.Mikrobiologi. Rajawali Press: Jakarta.

    Produksi Asam Laktat

    Jagung, pati, mollase dapat digunakan sebagai substrat penghasil asam laktat. Pati harus dihidrolisakan menjadi glukosa terlebih dahulu oleh perlakuan enzim atau asam. Salah satu contoh ialah penggunaan Lactobacillus bulgaricus untuk menghasilkan asam laktat. Substrat yang merupakan hasil sampingan produksi susu mengandung karbohidrat laktosa, nitrogen, vitamin, dan garam. Bakteri ini bersifat homofermentatif, sehingga fermentasi substrat hanya menghasilkan satu produk akhir yaitu asam laktat.

    Biakan bakteri disimpan dalam skim milk. Untuk inokulum, bakteri diinkubasikan dalam susu skim yang secara bertahap ditingkatkan konsentrasi susunya dan pada tahap terakhir menggunakan whey. Inokulum yang digunakan sekitar 10% dari bahan yang difermentasikan. Selama fermentasi, Ca(OH)2 ditambahkan untuk menetralisasikan suasana asam. Setelah 2 hari dalam fermentor, dilakukan perebusan untuk mengkoagulasikan protein yang kemudian difiltrasikan dan digunakan sebagai suplemen pakan hewan. Filtrate yang mengandung asam laktat ini kemudian dipadatkan dengan mengeluarkan cairan dengan vakum ditambah perlakuan lainnya untuk pemurnian.

    Produksi Asam Sitrat

    Asam sitrat mempunyai edaran penggunaan yang sangat luas dari berbagai kegiatan, mulai dari bahan makanan samapi industry.

    Pada tahap awal pembuatannya, asam ini dibuat dari buah-buahan yang berasa asam, seperti buah jeruk, kemudian ditinggalkan menjadi proses fermentasi dengan bahan baku dari tepung, gula, dan sebagainya. Jenis mikroba yang berperan didalam proses fermentasi sitrat adalah Aspergillus niger (ditemukan oleh Curie 1917) serta beberapa dari penicillium dan mucor.

    Asam sitrat dihasilkan dalam bentuk Kristal monohidrat (C6H8O7.H2O) yang tidak berwarna, tidak berbau dan berasa sangat asam, mudah larut didalam air dingin daripada air panas.

    Mekanisme proses yang terjadi selama fermentasi mengikuti jalur krebs atau jalur krebs atau jalur asam trikarboksilat, yaitu bahwa asam piruvat yang didapatkan dari glukosa akan menghasilkan asetil-CoA yang berkondensi dengan oksalo-asetat dengan menghasilkan asam sitrat.