Strategi Inhibitor Pertumbuhan Clostridium Botulinum Pada Produk Bahan Pangan Dalam Industri Kalengan Serta Penanganan Medis Pada Botulisme
Mikroorganisme ada yang dapat mendatangkan keuntungan dan mendatangkan kerugian. Mikrobe dapat bersifat menguntungkan (mikroba apatogen) misalnya menghasilkan produk-produk makanan khusus, imunisasi, vaksin, dan berperan dalam proses pembuatan makanan dalam industri. Namun, mikrobe juga dapat membusukkan protein, memfermentasikan karbohidrat, dan menjadikan lemak atau minyak nerbau tengik. Keberadaan mikrobe pada makanan ada yang berbahaya atau dapat sebut sebagai mikroba patogen bagi manusia, beberapa mikrobe mengakibatkan kerusakan pangan, menimbulkan penyakit, dan menghasilkan racun.
Secara faktual, bahan pangan merupakan medium pertumbuhan yang baik bagi berbagai macam mikroba. Sering dijumpai dalam dunia industri makanan yang dikemas dalam bentuk kalengan adanya kerusakan pangan yang ditimbulkan oleh mikroba patogen yang dapat menghasilkan racun yaitu Clostridium botulinum.
1.1 Clostridium botulinum
Clostridium botulinumdapat menghasilkan molekul protein dengan daya keracunan yang sangat kuat yang dikenal dengan botulinin. Botulinin tersebut yang menyebabkan botulisme, yaitu penyakit keracunan makanan yang terkontaminasi oleh Clostridium botulinum. Bakteri ini menghasilkan toksin (racun) yang dapat menyerang saraf (karena menyerang saraf maka disebut neurotoksin). Gejala keracunan ini (botulism) dapat terjadi selang beberapa jam sampai satu atau dua hari setelah mengkonsumsi makanan yang terkontaminasi Clostridium botulinum. Beberapa gejala yang timbul antara lain mulut kering, penglihatan kabur, tenggorokan kaku, kejang-kejang dan dapat mengakibatkan penderita meninggal karena sukar bernafas (Wiwit, 2008).
Clostridium botulinum umum terdapat pada makanan kalengan dengan pH lebih dari 4,6. Kerusakan makanan kaleng dipengaruhi oleh jenis makanan dan jenis mikroba yang terdapat didalamnya. Tanda-tanda kerusakan pada makanan kaleng yang disebabkan oleh Clostridium botulinum diantaranya adalah produk mengalami fermentasi, bau asam, bau keju atau bau butirat, pH sedikit di atas normal dengan tekstur rusak. Penampakan pada keleng memperlihatkan bahwa kaleng menggembung(Siagian,2002).
Makanan yang aman adalah makanan yang tidak tercemar, tidak mengandung mikroorganisme atau bakteri dan bahan kimia berbahaya, telah diolah dengan tata cara yang benar sehingga sifat dan zat gizinya tidak rusak, serta tidak bertentangan dengan kesehatan manusia. Karena itu, kualitas makanan, baik secara bakteriologi, kimia, dan fisik, harus selalu diperhatikan. Kualitas dari produk pangan untuk konsumsi manusia pada dasarnya dipengaruhi oleh mikroorganisme.
Ajaran untuk mempelajari hal-hal yang terkecil tercantum dalam surat Al-Baqarah ayat 164
Artinya: sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, silih bergantinya malam dan siang, bahtera yang berlayar dilaut membawa apa yang berguna bagi manusia dan apa yang Alloh turunkan dari langit berupa air, lalu dengan air itu Dia hidupkan dibumi sesudah mati (kering)-nya dan Dia sebarkan di bumi itu segala jenis hewan, dan pengisaran angin dan awan yang dikendalikan antara langit dan bumi, sungguh(terdapat)tanda-tanda(keesaan dan kebesaran Alloh)bagi kaum yang memikirkan.
Pertumbuhan mikroorganisme dalam makanan memegang peran penting dalam proses pembentukan makanan serta dapat memproduksi senyawa yang menimbulkan bau tidak enak dan menyebabkan makanan menjadi tak layak makan. Beberapa mikroorganisme yang mengontaminasi makanan dapat menimbulkan bahaya bagi yang mengonsumsinya. Kondisi tersebut dinamakan keracunan makanan.
Keracunan makanan tidak disebabkan tertelannya organisme hidup, melainkan akibat masuknya toksin atau substansi beracun yang disekresi mikroorganisme ke dalam makanan. Organisme penghasil toksin tersebut mungkin mati setelah pembentukan toksin dalam makanan. Organisme yang menyebabkan keracunan makanan salah satunya adalah Clostridium botulinum. Clustridium botulinun penghasil toksin pada makanan dan minuman kaleng (Astawan, 2007).
Gambar1. Clostridium botulinum
Klasifikasi Clostridium botulinum adalah :
Kingdom : Bacteria
Divisi : Firmicutes
Kelas : Clostridia
Ordo : Clostridiales
Famili : Clostridiaceae
Genus : Clostridium
Species : Clostridium botulinum
Secara morfologi, Sel vegetatif C. botulinum berbentuk batang dan berukuran cukup besar untuk ukuran bakteri. Panjangnya antara 3 μm hingga 7 – 8 μm. Lebarnya antara 0,4 μm hingga 1,2 μm.Pada pengecatan Gram, C. botulinum yang mengandung spora bersifat Gram positif, sedangkan C. botulinum yang tidak mengandung spora bersifat Gram negatif. Namun, C. botulinum termasuk bakteri Gram positif.Spora yang dihasilkan oleh sel Clostridium secara struktural sangat berbeda dengan sel pada spesies itu sendiri, tapi yang terkenal adalah spora pada Clostridia yang bersifat patogen. Lapisan paling luar spora disebut dengan exosporium. Exosporium ini bervariasi antara masing – masing species, terkenal pada species yang bersifat patogen, termasuk C. botulinum. Lapisan di bawah exosporium disebut dengan membran spora, terdiri atas protein yang strukturnya tidak biasa. Bagian tengah spora mengandung DNA spora, ribosom, enzim, dan kation. Kandungan logam pada spora C. botulinum berbeda dari kandungan metal pada Bacillus. Strain proteolitik C. Botulinum dapat menghasilkan spora yang sangat resisten dengan pemanasan tinggi.
Gambar 2. SporaClostridium botulinum
C. botulinum merupakan bakteri anaerob yang tidak dapat tumbuh di lingkungan aerob contohnya tumbuh pada makanan kaleng. Hasil uji pertumbuhan pada media agar aerob adalah negatif. C. botulinum bersifat motil atau dapat bergerak dengan flagel yang berbentuk peritirik. Motilitas C. botulinum ini umumnya sulit ditunjukkan, terutama pada strain yang sudah cukup lama ditanam. C. botulinum merupakan bakteri Gram positif yang memiliki kandungan peptidoglikan antara 80 – 90% dari komponen dinding sel. C. botulinum tidak dapat membentuk kapsula maupun plasmid. Bakteriofag pada genus Clostridium dapat diasosiasikan dengan neurotoksisitas dari C. botulinum tipe C dan D (Elvira, 2008).Clustridium botulinun dapat menghasilkan molekul protein dengan daya keracunan yang sangat kuat yang dikenal dengan botulinin. Botulinin tersebut yang menyebabkan botulisme, yaitu penyakit keracunan makanan yang terkontaminasi oleh Clustridium botulinun.
Tumbuhnya Clostridium botulinum pada makanan utama makanan kaleng dipengaruhi oleh suhu dan waktu pemanasan yang tidak memadai selama sterilisasi. Clostridium botulinum merupakan bakteri thermophilik (tahan panas) yang dapat hidup dalam kondisi anaerobik (tidak ada oksigen). Bakteri ini menghasilkan toksin (racun) yang dapat menyebabkan botulisme. Botulisme merupakan gejala keracunan yang disebabkan oleh botulin. Botulisme dapat terjadi selang beberapa jam sampai satu atau dua hari setelah mengkonsumsi makanan yang terkontaminasi racun Clostridium botulinum. Beberapa gejala yang timbul antara lain mulut kering, penglihatan kabur, tenggorokan kaku, kejang-kejang dan dapat mengakibatkan penderita meninggal karena sukar bernafas (Wiwit, 2008).
1.2 Toksin Clostridium botulinum
Kasus botulismus pertama kali dilaporkan tahun 1793 serta agen etimologinya pertama kali diisolasi tahun 1895 oleh E. Van Ermengen. Wabah yang diteliti oleh Van Ermengen terjadi di Belgia dengan kejadian 34 kasus dan menewaskan 3 orang penderita. Organisme penyebab dinamainya Bacillusbotulinus dari latin botulus yang berarti sosis. Botulismus disebabkan oleh C.botulinum adalah kuman gram positif, anaerob, bentuk batang, spora (Jay, 1978). Berdasarkan atas spesifisitas serologi dari toksinnya dikenal ada 7 jenis toksin yaitu : Jenis A, B, C, D, E, F,dan G.
Gambar 3. Toksin Botulisme
Toksin A, B, E, dan F sebagai penyebab penyakit pada manusia. Toksin jenis A umumnya sebagai penyebab botulisme di negara bagian Barat Amerika, dimana toksin A bersifat lebih toksik dibandingkan dengan toksin jenis B. Toksin jenis B lebih sering dijumpai di tanah dan bersifat kurang toksik dari jenis A. Toksin C merupakan penyebab penyakit pada unggas, sapi dan hewan lainnya. Toksin D berkaitan dengan keracunan makanan pada pakan sapi terutama di Afrika Selatan. Toksin E bersifat toksik pada manusia terutama ditemukan pada ikan dan produk-produk ikan. Toksin F sama dengan jenis A dan B yang diisolasi di Denmark. Jenis G dilaporkan di Argentina tetapi dikatakan tidak mengakibatkan botulismus pada manusia namun C, D, dan G mengakibatkan botulisme pada unggas. Berdasarkan atas sifat toksinnya dapat juga digolongkan atas dasar kemampuan proteolitiknya dimana toksin jenis A, B dan F bersifat proteolitik, sedangkan jenis E tidak proteolitik (Suardana, 2001; Frazier dan Westhoff, 1988; Jay, 1978).
Terdapat tujuh macam toksin yang berbeda – beda yang dihasilkan oleh C. botulinum, yaitu tipe A, B, C, D, E, F, dan G. Toksin tipe A, B, Edan F merupakan toksin yang menyebabkan penyakit botulisme pada manusia.
C. botulinum termasuk bakteri yang bersifat mesophilic dengan suhu optimum untuk tumbuh yaitu 370 C untuk strain jenis A dan B serta 300 C untuk strain jenis E. Suhu terendah dari strain jenis A dan B adalah 12,50 C namun pernah juga dilaporkan bahwa kuman dapat tumbuh pada suhu 100 C. Disisi lain spora jenis E dikatakan mampu tumbuh dan menghasilkan toksin pada suhu 3,30 C, sementara jenis F dilaporkan tumbuh dan menghasilkan toksin pada suhu 40 C . Secara umum strain jenis E dan B bersifat non-proteolitik serta strain F suhu minimum untuk tumbuhnya lebih kurang 100 C lebih rendah daripada strain A dan B. Sedangkan suhu maksimum untuk tumbuhnya yaitu : jenis A dan B pada suhu 500 C. Strain jenis E memiliki suhu maksimum 5 derajat lebih rendah dari strain A dan B dengan suhu optimumnya yaitu 300 C (Suardana, 2001; Cliver, 1990 ; Jay, 1978).
Produksi toksin dari C. botulinum tergantung dari kemampuan sel untuk tumbuh di dalam makanan dan menjadi autolisis disana (Suardana, 2001; Frazier dan Westhoff, 1988). Lebih lanjut produksi toksin dipengaruhi oleh komposisi dari makanan atau medium terutama glukosa atau maltosa yang diketahui sangat potensial terhadap produksi toksin, kelembaban, pH, potensial redok, kadar garam, temperatur dan waktu penyimpanan.
1.3 Strategi Inhibitor Pertumbuhan Clostridium botulinumpada produk bahan pangan dalam industri kalengan
Dalam dunia industri dilakukan strategi penghambat pada bakteri yang bersifat merugikan (patogen) salah satunya dengan melakukan pengemasan (packaging). Persyaratan yang harus dipenuhi dalam pengamasan tersebut harus memiliki sifat-sifat meliputi permeabel terhadap udara (oksigen dan gas lainnya), bersifat non-toksik dan inert (tidak bereaksi dan menyebabkan reaksi kimia) sehingga dapat mempertahankan warna, aroma, dan cita rasa produk yang dikemas, kedap air (mampu menahan air atau kelembaban udara sekitarnya), kuat dan tidak mudah bocor, relatif tahan terhadap panas dan mudah dikerjakan secara massal dan harganya relatif murah.Berdasarkan persiapan sampel dan kemasan, sampel PE juga dapat diklasifikasikan menjadi tiga kelompok meliputi:
a. Full-Volume packaging
Kendali-volume sampel sampel PE meniru dunia nyata lapangan di komposisi, jumlah, dan kemasan. Karena mereka ditangani seperti sampel lapangan dunia nyata dalam hal log-in, penyimpanan, persiapan, analisis, dan pelaporan, mereka menyediakan evaluasi dari seluruh operasi dari laboratorium dari sampel penerima untuk pelaporan data. Namun, lebih sulit dan mahal untuk mempersiapkan dan menggunakan sampel PE penuh volume karena kehidupan yang pendek. Mayoritas USACE’s PE sampel sampel PE full-volume yang baru disiapkan sebelum pengiriman.
b. Vacum packaging
Makanan adalah produk yang membutuhkan perawatan dan pengemasan khusus. Dalam mengemas makanan, kita tak boleh salah pilih, karena jika makanan dikemas dengan asal-asalan, hasilnya akan berantakan. Makanan jadi cepat membusuk dan masa simpannya lebih pendek. Untuk mengemas makanan, anda memerlukan mesin pengemas kedap udara. Dengan pengemas kedap udara (vacuum), bakteri-bakteri yang menyukai tempat seperti makanan akan dapat dihindari.
c. Ampul
Ampul PE sampel konsentrat disegel di dalam ampul kaca. Laboratorium ikuti
instruksi khusus untuk mencairkan berkonsentrasi sebelum persiapan sampel dan analisis. Karena konsentrat api disegel, rak-kehidupan sampel PE ampul biasanya jauh lebih lama daripada sampel full-volume PE. Sebuah jumlah besar sampel PE ampul disiapkan dan didistribusikan untuk antar laboratorium round-robin studi. USACE menggunakan sampel PE ampul untuk beberapa PE kurang stabil sampel seperti senyawa organik yang mudah menguap di dalam pestisida tanah dan organofosfat dalam air. Ampul sampel hanya dapat digunakan sebagai single sampel PE buta
Pada hasil penelitian berdasarkan atas pH, dilaporkan bahwa C. botulinum tidak mampu tumbuh pada pH di bawah 4,5 pada makanan berkadar asam. Lebih jauh dilaporkan bahwa organisme akan tumbuh dengan baik dan menghasilkan toksin pada pH 5,5-8,0 (Suardana, 2001; Jay, 1978). Sedangkan Frazier dan Westhoff (1988) menyatakan bahwa nilai pH minimal untuk pertumbuhan sel vegetatif adalah 4,87 sedangkan untuk petumbuhan spora pada PH 5,01 di dalam cairan kaldu.
Nutrisi yang diperlukan untuk pertumbuhan bersifat komplek, diperlukan asam amino, vitamin B dan mineral. C. botulinum jenis A dan B memerlukan kadar air 0,94 dan jenis E pada 0,97 Dilaporkan bahwa kadar garam 10% atau 50% sukrosa akan menghambat pertumbuhan jenis A dan B. Tar dalam Jay (1978) menyatakan bahwa pada konsentrasi 25-500 ppm dapat menghambat jenis A lebih dari sebulan pada suhu optimum dengan pH 5,9-7,6. Di dalam penelitian pembentukan toksin jenis E dan pertumbuhan sel didalam kalkun yang diinkubasikan pada suhu 300 C, Midura et al., dalam Jay (1978) menemukan bahwa spora jenis E akan memperbanyak diri dan menghasikan toksin dalam waktu 24 jam. Penampakan toksin bertepatan dengan pertumbuhan sel selama 2 minggu setelah toksin berada di luar sel hidup. Penemuan ini mengungkapkan bahwa kemungkinan ditemukannya toksin jenis E di dalam makanan tanpa ditemukannya sel jenis E.
Makanan yang mengandung toksin umumnya tanpa jenis organisme yang lain, hal ini disebabkan oleh perlakuan panas dan pengepakan vakum. Dilihat dari kehadiran ragi, kuman dilaporkan dapat tumbuh dan menghasilkan toksin pada pH rendah 4,0. Ragi dianggap menghasilkan faktor pertumbuhan yang diperlukan oleh Clostridia untuk tumbuh pada pH rendah, sementara bakteri asam laktat diasumsikan sebagai alat pertumbuhan dengan terjadinya penurunan potensial redok. Sejumlah strain C. perfringens menghasilkan penghambat yang efektif terhadap 11 strain tipe A, 7 B proteolitik, dan 1 non proteolitik, pada 5 strain E dan 7 strain F. Kautter et al., dalam Jay (1978) menemukan bahwa strain jenis E dihambat oleh organisme non toksik lainnya yang mempunyai ciri morfologi dan uji biokimia yang sama dengan tipe E. Organisme yang menunjukkan efek penghambatan ini menghasilkan substansi seperti bakteriocin yang dikenal dengan nama bioticin. Laporan menunjukkan bahwa adanya kaitan antara C. botulinum tipe F dalam sampel lumpur selama periode waktu tertentu dengan kehadiran dari Bacillus licheniformis, dan kahadiran bakteri ini dianggap sebagai pembawa faktor penghambat untuk pertumbuhan strain jenis F (Suardana, 2001)
1.4 Jenis Botulisme
Ada tiga jenis botulisme yang biasa dijumpai, yaitu foodborne botulism (terjadi karena mengkonsumsi makanan yang terkontaminasi oleh Clostridium botulinum), wound botulisme (karena ada luka yang terkontaminasi oleh Clostridium botulinum) dan infant botulisme (terjadi pada anak-anak yang mengkonsumsi makanan terkontaminasi Clostridium botulinum) (Wiwit, 2008).
Gejala-gejala pertama wound botulisme (karena ada luka yang terkontaminasi oleh Clostridium botulinum) biasanya termasuk mulut kering, penglihatan ganda, kelopak mata layu, dan ketidakmampuan untuk fokus pada benda di sekitarnya. Pupil pada mata tidak mengkerut dengan normal ketika terkena sinar selama pemeriksaan mata.
Gejala-gejala pada foodborne botulism terjadi tiba-tiba, biasanya 18 sampai 36 jam setelah racun memasuki tubuh, meskipun gejala-gejala bisa mulai lebih cepat selama 4 jam atau selambat-lambatnya 8 hari setelah mencerna racun. Racun yang lebih banyak diserap, lebih cepat orang menjadi sakit. Biasanya, orang menjadi sakit dalam waktu 24 jam makan makanan terkontaminasi adalah yang sangat parah terkena.pada foodborne botulism, gejala-gejala pertama seringkali mual, muntah, kram perut, dan diare. Orang yang memiliki luka botulism tidak mengalami gejala-gejala pencernaan apapun. Kerusakan syaraf oleh racun mempengaruhi kekuatan otot tetapi bukan indra perasa. Nada otot pada wajah kemungkinan hilang. Berbicara dan menelan menjadi sulit. Karena menelan adalah sulit, makanan atau ludah seringkali terhisap (asoirated) ke dalam paru-paru, menyebabkan cekikan atau sumbatan dan meningkatkan resiko pneumonia. Beberapa orang menjadi sembelit. Otot pada lengan dan kaki dan otot yang berhubungan dalam pernafasan menjadi lemah secara progresif sebagaimana gejala-gejala secara bertahap menurunkan tubuh. Masalah pernafasan kemungkinan mengancam nyawa. Pikiran biasanya tetap jernih.
Pada sekitar 90% bayi dengan infant botulism, sembelit adalah gejala awal. Kemudian otot menjadi lumpuh, dimulai dari wajah dan kepala dan segera menuju lengan, kaki dan otot yang berhubungan dengan pernafasan. Kelopak mata layu, menangis lemah, bayi tidak bisa menghisap, dan wajah mereka kehilangan ekspresi. Kisaran masalah dari menjadi lemah dan lambat makan sampai kehilangan nada otot dalam jumlah besar dan mengalami kesulitan bernafas. Ketika bayi kehilangan nada otot, mereka bisa merasa timpang yang abnormal.
Pada surat Al-Furqon ayat 2dijelaskan bahwa:
Artinya: yang kepunyaan-Nya-lah kerajaan langit dan bumi, dan Dia tidak mempunyai anak, dan tidak ada sekutu bagiNya dalam kekuasaan(Nya), dan dia telah menciptakan segala sesuatu, dan Dia menetapkan ukuran-ukurannya dengan serapi-rapinya.
Dalam surat Al-furqon ayat 2 menjelaskan bahwa dimuka bumi ini terdapat berbagai jenis hewan dari ukuran mikro sampai dengan ukuran makro. Manusia sebagai makhluk yang paling tinggi derajatnya dibandingkan makhluk yang lain karena akalnya, diharapkan mampu menggunakan akalnya untuk kemaslahatan umat dalam bidang pengobatan serta tindakan pencegahan(prefentif) penyakit. Hal ini berkaitan dengan tugas manusia sebagai kholifah dimuka bumi.
1.5Pengobatan Botulisme
Botulisme harus ditangani secara serius . Tes laboratorium untuk memastikan diagnosa dilakukan, tetapi pengobatan seringkali tidak dapat ditunda sampai hasilnya diketahui. Untuk membantu menghilangkan berbagai racun yang tidak dapat diserap, bisa memberi arang aktif melalui mulut atau melalui pipa yang dimasukkan ke dalam perut. Tanda vital (detak, tingkat pernafasan, tekanan darah, dan suhu) diukur dengan sering. Jika masalah pernafasan terjadi, orang dipindahkan ke ruang perawatan intensif dan kemungkinan secara sementara diletakkan pada ventilator. Beberapa pengobatan telah mengurangi presentase kematian disebabkan botulisme dari sekitar 70% pada awal 1900 sampai kurang dari 10%. Maka penyakit yang di akibatkan oleh Clostridium botulinum perlu adanya pengobatan.
Hal yang berkaitan dengan pengobatan botulisme tersebut sesuai dengan surat Asy-syu’araa’ ayat 80
Artinya:Dan apabila aku sakit, dialah yang menyembuhkan aku.
Mikroorganisme dapat berperan dalam bidang kesehatan yaitu dapat mensintesis antitoksin yang dapat memberikan pengobatan pada botulisme. Zat yang menyumbat aksi racun (antitoxin) diberikan segera mungkin setelah botulisme telah didiagnosa. Hal ini lebih mungkin untuk membantu jika diberikan dalam 72 jam ketika gejala-gejala terjadi. Antitoxin bisa memperlambat atau menghentikan kemunduran fisik lebih lanjut, sehingga tubuh bisa sembuh dengan sendirinya lebih dari jangka waktu sebulan. Meskipun begitu, antitoxin tidak dapat membatalkan kerusakan siap dilakukan. Juga, beberapa orang mengalami reaksi alergi serius (anaphylactic)terhadap antitoxin, yang diperoleh dari serum kuda, atau terbentuk serum penyakit. Antitoxin tidak dianjurkan untuk botulisme bayi, tetapi digunakan pada botulism immune globulin (diperoleh dari darah pada orang yang diimunisasi melawan botulisme) pada bayi akan dipelajari. Orang bisa memerlukan untuk diberi makan melalui pipa pembuluh darah. Bayi bisa memerlukan untuk diberi makan melalui pipa palstik makanan tipis (pipa nasogastric)dilewati melalui hidung dan turun ke tenggorokan. Beberapa orang yang sembuh dari botulisme merasa lelah dan nafas pendek untuk setahun ke depan.
Fenomena ini sesuai dengan firman Alloh SWT dalam Al-Quran surat Al-Imran ayat 191
Artinya:(yaitu)orang-orang yang mengingat Alloh sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata):”Ya Tuhan kami, tiadalah engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka.
Dalam surat Al-Imran ini menjelaskan bahwa segala sesuatu yang diciptakan oleh Alloh SWT di muka bumi ini dari hal terkecil sampai hal terbesar mempunyai maksud dan tujuan untuk kehidupan manusia dimuka bumi.
Botulisme ini faktor utamanya yaitu mengonsumsi makanan yang terkontaminasi Clostridium botulinum. Beberapa cara yang bisa membantu mencegah foodborne botulism :Memasak makanan pada suhu 176º F (79.9ºC) selama 30 menit, hampir selalu menghancurkan racun. Merebus makanan kaleng rumahan selama 10 menit, menghancurkan racun. Membuang kaleng makanan yang berubah warna atau baunya busuk. Membuang kaleng yang menggembung atau bocor. Membekukan minyak yang terkena bawang putih atau rempah-rempah. Menjaga kentang yang telah dipanggang dalam kertas aluminium tetap panas sampai dihidangkan. Tidak memberi makan madu anak yang berusia di bawah 2 tahun, yang bisa mengandung clostridium botulinum spora.Jika orang tidak pasti kaleng harus dibuang, mereka bisa memeriksa ketika mereka mulai untuk membuka. Sebelum membuat tusukan pertama, mereka bisa meletakkan beberapa tetes air di dalam daerah tersebut untuk ditusuk. Jika air terusir dibandingkan terhisap ke dalam kaleng ketika kaleng ditusuk, kaleng terkontaminasi dan harus dibuang. Berbagai makanan kemungkinan terkontaminasi harus diletakkan dengan hati-hati. Bahkan racun dalam jumlah sedikit yang tercerna, terhisap, atau terserap melalui mata atau luka di kulit bisa menyebabkan penyakit serius. Sentuhan kulit harus dihindari sebanyak mungkin, dan tangan harus segera dicucisetelah memegang makanan. Jika luka menjadi terinfeksi, dengan segera mencari perawatan medis bisa mengurangiresiko luka botulisme.
DAFTAR PUSTAKA
Astawan,Made.2007.Waspadai Bakteri Patogen pada Makanan.http://cyberman.cbn.net.id/cbprtl/common/ptofriend.aspx?x=Nutrition&y=cybermed%7C0%7C0%7C6%7C425. Diakses tanggal 5 Desember 2010.
Budiyanto, MAK.2010.Hand Out-9:Mikrobiologi Pangan, Industri, dan Kedokteran.Malang.
Budiyanto, MAK.2002.Mikrobiologi Terapan.Universitas Muhammadiyah Malang;Malang Press.
Budiyanto, MAK,2001.Peranan Mikroorganisme dalam Kehidupan Kita.Universitas Muhammadiyah Malang;UMM Press.
Elvira, Vivi. 2008. Racun Dunia. http://mikrobia.files.wordpress.com/2008/05/07-060.doc. Diakses tanggal 5 Desember 2010.
Iqbal. 2008. Peran Mikroorganisme dalam Kehidupan. http://iqbalali.com/. Diakses tanggal 5 Desember 2010.
Jawet, dkk.2010.Mikrobiologi Kedokteran. Jakarta;Penerbit Salemba Medica.
Suardana, I Wayan. 2001. Botulismus pada Manusia. http://www.jvetunud.com/archives/8. Diakses tanggal 5 Desember 2010.
Waluyo,Lud.2005.Mikrobiologi Umum.Malang:Penerbit UMM Press.
Wiwit, Neneng. 2008. Seputar Makanan Kalenghttp://ne2nkwi2t.wordpress.com/2008/02/21/52/. Diakses tanggal 5 Desember 2010.